Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/08/2023, 00:05 WIB
Singgih Wiryono,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Asia Justice and Rights (AJAR) Galuh Wandita mempertanyakan komitmen pemerintah Indonesia menyelesaikan kejahatan kemanusiaan karena tak kunjung ikut menandatangani konvensi anti genosida.

Hal itu dia sampaikan dalam diskusi daring yang membahas draf artikel baru yang sedang disusun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Kemanusiaan, Kamis (10/8/2023).

Dia mengatakan, sulit mengharapkan Indonesia ikut memberikan tanda tangan dalam pembahasan draf artikel baru tersebut, karena konvensi genosida yang sudah berusia puluhan tahun pun belum diratifikasi pemerintah Indonesia.

"Pertanyaan besarnya, dan sebenarnya kalau kita mau mendorong perangkat hukum di tingkat nasional (mengenai kejahatan kemanusiaan), maka marilah kita dorong Indonesia untuk menandatangani, atau meratifikasi konvensi genosida," katanya.

Baca juga: PBHI Sebut Penggerudukan TNI ke Mapolrestabes Medan sebagai Pelanggaran HAM

Galuh mengatakan, konvensi anti genosida sudah ditulis sejak 1949 dan sudah ada 150 negara yang membubuhkan tanda tangan dukungan atas konvensi itu.

Beberapa di antaranya seperti Afghanistan, Bangladesh, Srilangka, Korea Utara dan Korea Selatan. Beberapa negara Asia Tenggara juga turut melakukan hal yang sama seperti Laos, Filipina, Vietnam dan Singapura.

"Kenapa kita tidak menandatangani konvensi genosida? itu jadi pertanyaan buat kita. Itu juga bisa membuat kita melihat betapa lemahnya Indonesia tetap mendukung impunitas," katanya.

Padahal menurut Galuh, jika Indonesia mau meratifikasi konvensi anti genosida, hal itu bisa jadi jalan keluar terhadap konflik kekerasan di Papua yang belum terlihat ujungnya.

"Sebenarnya kalau kita menandatangani konvensi genosida mungkin ada lebih banyak proteksi terhadap teman-teman kita di Papua, teman-teman masyarakat adat dan sebagainya. Jadi ini salah satu PR buat kita," katanya.

Baca juga: Pengadilan PBB Tolak Keberatan Myanmar, Kasus Genosida Rohingya Bakal Disidangkan

Adapun terkait draf artikel yang dibicarakan dalam diskusi tersebut berkaitan dengan draf yang sedang dibahas saat ini oleh Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB.

Koordinator Hukum, Maritim dan Manajemen Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) untuk PBB di New York, Amerika Serikat Andy Aron menjelaskan, pasal yang dibahas di PBB disusun untuk menghilangkan impunitas para pelaku pelanggaran HAM atau pelaku kejahatan kemanusiaan.

Selain itu, kata dia, artikel yang dibahas saat ini diharapkan bisa menghukum para pelaku yang masih kebal hukum.

"Draf artikel ini disusun dengan motivasi untuk menghukum kejahatan kemanusiaan yang dianggap sebagai more serious crime of consern to international community," ucapnya.

Kurang lebih ada 15 pasal yang ada dalam draf artikel tersebut untuk dibicarakan dalam forum besar PBB untuk dijadikan konvensi penghukuman kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com