JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghormati langkah Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan yang mengajukan permohonan uji materiil terhadap aturan KPU yang dinilai mengancam jumlah calon anggota legislatif (caleg) perempuan pada Pemilu 2024 ke Mahkamah Agung (MA).
Anggota KPU Idham Holik menyatakan, lembaganya harus menghormati hak warga negara mengajukan uji materil yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut.
"KPU sebagai penyelenggara pemilu dengan prinsip berkepastian hukum, itu harus menghormati hak hukum yang dimiliki warga negara dan dijamin oleh undang-undang, bahkan konstitusi," kata Idham kepada wartawan, Selasa (6/6/2023).
Baca juga: Ingkar Revisi Aturan soal Caleg Perempuan, KPU Dianggap Bohongi Publik
Idham pun tidak menjawab lugas saat ditanya soal kemungkinan KPU merevisi ketentuan yang diatur dalam Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota itu.
Ia hanya mengulang pernyataannya bahwa KPU menghormati upaya hukum yang dilakukan dengan mengajukan uji materil tersebut.
"Kita sebagai warga negara yang baik, kita hormati proses hukum judicial review di Mahkamah Agung," kata Idham.
Aturan yang diuji ke MA itu adalah Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Baca juga: Tak Revisi Aturan yang Ancam Caleg Perempuan, KPU Dianggap Lebih Patuhi DPR daripada UU
Pasal itu diuji terhadap Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945, Pasal 245 UU Pemilu, dan UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women).
Uji materil ini dilayangkan setelah KPU tidak kunjung merevisi ketentuan tersebut.
"Setelah ditunggu beberapa lama, KPU tidak menepati janjinya untuk merevisi Peraturan KPU, maka tidak ada pilihan lain selain mengajukan uji materi terhadap Peraturan KPU ke Mahkamah Agung," ujar perwakilan dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadil Ramadhanil yang bertindak sebagai kuasa hukum, Senin (5/6/2023).
Baca juga: Tak Kunjung Direvisi, Aturan KPU yang Ancam Jumlah Caleg Perempuan Digugat ke MA
Dalam permohonannya, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan meminta agar Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 dinyatakan bertentangan dengan UU Pemilu dan UU Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
Mereka meminta agar ketentuan pembulatan ke bawah yang diterapkan KPU dalam menghitung jumlah bakal caleg perempuan di suatu daerah pemilihan (dapil) dihapus dan sebagai gantinya pembulatan dilakukan ke atas.
Dalam pasal itu, KPU mengatur pembulatan ke bawah jika perhitungan 30 persen keterwakilan perempuan menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima.
Baca juga: Ancam Jumlah Caleg Perempuan, Aturan KPU Segera Digugat ke MA
Misalnya, jika di suatu dapil terdapat 8 caleg, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4. Karena angka di belakang desimal kurang dari 5, maka berlaku pembulatan ke bawah.
Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total 8 caleg di dapil itu cukup hanya 2 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.
Padahal, 2 dari 8 caleg setara 25 persen saja, yang artinya belum memenuhi ambang minimum keterwakilan perempuan 30 persen sebagaimana dipersyaratkan Pasal 245 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.