JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia yakin para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan berpikir jernih dalam memutus perkara uji materi sistem pemilu legislatif (pileg).
Menurut Doli, pada 2008, MK pernah mengambil putusan mengenai sistem pileg.
"Kami enggak ingin berandai-andai. Kami masih yakin sembilan hakim konsitusi masih punya hati nurani, berpikir jernih, obyektif melihat realitas dan menjaga reputasi MK," ujar Doli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/6/2023).
"Karena putusan ini sudah pernah diambil tahun 2008. MK sudah pernah memutuskan dan waktu itu dijawab proporsional terbuka. Produk pemilu 2009, 2014, 2019 adalah hasil putusan MK tahun 2008," ujar dia.
Baca juga: Denny Indrayana Khawatir Putusan MK soal Sistem Pemilu Picu Penundaan Pesta Demokrasi
Doli kemudian menyampaikan, dalam konteks uji materi sistem pileg kemudian dikaitkan dengan aspirasi delapan parpol di DPR maka sudah ada jutaan suara rakyat yang diwakili.
Kemudian, dalam proses uji materi tersebut, ada 17 pihak yang diundang memberi keterangan kepada MK.
"Aspirasi di DPR ada delapan parpol. Kalau dikonversi suara rakyat ada berapa juta. Hanya satu (parpol yang setuju) tertutup. Itu juga mewakili masyarakat berapa juta. Jadi MK pasti mempertimbangkan," kata Doli.
Menurut politisi Partai Golkar itu, parpolnya meminta agar MK tetap konsisten dengan sistem pileg yang sudah ada, yakni proporsional terbuka.
"Kami minta MK tetap konsisten, bahwa gunakan sistem pileg yang eksisting," kata dia.
Doli pun mengakui bahwa apa yang dikhawatirkan oleh pakar hukum tata negara Denny Indrayana terhadap sistem pileg itu sama dengan yang Golkar khawatirkan.
Namun, cara penyampaian kekhawatiran tersebut menurut dia sesuai ekspresi masing-masing.
"Tapi tetap mengingatkan kita semua untuk menjaga kedaulatan rakyat supaya tetap berlangsung," kata Doli.
Putusan MK terhadap gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) tengah dinanti publik.
Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menyoal Pasal 168 tentang sistem pemilu.
Lewat gugatan tersebut, enam pemohon, yakni Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, lalu Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono, meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Baca juga: Partai Buruh Bakal Demo di Istana dan MK Senin Besok
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.