JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menuding Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melakukan "pembohongan publik" karena ingkar janji merevisi Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023.
Peraturan ini panen kritik karena menerapkan kebijakan baru yang tidak mendukung upaya afirmasi calon anggota legislatif (caleg) perempuan, dengan adanya teknis pembulatan ke bawah.
Ketika ramai dikritik, KPU menggelar konferensi pers resmi bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada 10 Mei 2023.
Lewat awak media, KPU menyatakan bakal segera merevisi aturan bermasalah tersebut.
Baca juga: Tak Revisi Aturan yang Ancam Caleg Perempuan, KPU Dianggap Lebih Patuhi DPR daripada UU
"Pada akhirnya kan menurut kami KPU berbohong kepada publik. Janji akan merevisi Peraturan KPU, tapi tidak melakukan itu karena dilarang oleh DPR," ujar perwakilan koalisi dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, Senin (5/6/2023).
Senada, komisioner KPU RI periode 2012-2017, Hadar Nafis Gumay, juga menyatakan bahwa lembaga penyelenggara pemilu itu telah melakukan pembohongan publik.
"Konferensi yang dilakukan di KPU (secara) tripartit yang dilakukan tanggal 10 Mei yang lalu, yang pagi hari itu, itu sebetulnya sudah melakukan pembohongan publik," kata dia.
"Mereka mengatakan bersama-sama akan mengubah Peraturan KPU-nya tapi kemudian sampai hari ini tidak mereka lakukan. Bahkan ada anggota (KPU RI) yang mengatakan tidak akan mengubah," jelas peneliti senior Netgrit itu.
Baca juga: Ancam Jumlah Caleg Perempuan, Aturan KPU Segera Digugat ke MA
Hari ini, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan yang juga diisi para senior penyelenggara pemilu melayangkan permohonan uji materi secara resmi atas peraturan itu ke Mahkamah Agung (MA).
Fadli yang bertindak selaku kuasa hukum koalisi menuding KPU telah tunduk kepada DPR RI untuk urung merevisi aturan bermasalah itu.
"Karena KPU-nya tunduk kepada DPR maka untuk memastikan kerangka hukum pemilu tetap konstitusional tetap sesuai dengan prinsip pemilu luberjurdil maka kami melakukan uji materi ke MA," kata dia.
Sebelumnya, dalam konferensi pers 10 Mei 2023, KPU didampingi jajaran Bawaslu dan DKPP RI juga mengeklaim mendukung pemilu yang inklusif gender dan mendorong pemenuhan keterwakilan perempuan dalam proses ini.
KPU juga menyatakan bahwa proses konsultasi dengan DPR, sebagai tahapan yang harus dilalui ketika membentuk/mengubah aturan, bukan sesuatu yang bersifat dominasi dari parlemen.
Namun, koalisi menilai bahwa KPU justru semakin jauh dari janjinya, setelah Komisi II DPR RI melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diikuti oleh Kementerian Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, dan DKPP pada 17 Mei 2023 lalu, justru meminta KPU tak melakukan revisi apa pun.
Padahal, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU/XIV/2016 menetapkan bahwa apa yang menjadi kesimpulan rapat yang bersifat konsultatif itu tidak mengikat untuk KPU.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.