Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/06/2023, 21:10 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dinilai lebih tunduk terhadap DPR RI daripada Undang-undang Pemilu imbas tak merevisi aturan yang mengancam jumlah caleg perempuan pada Pemilu 2024.

Hal itu diungkapkan oleh Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan yang digawangi sejumlah peneliti, aktivis, LSM, serta mantan komisioner-komisioner lembaga penyelenggara pemilu.

Koalisi menegaskan bahwa aturan tersebut tidak selaras dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mensyaratkan keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen dalam daftar caleg.

Sementara itu, KPU RI yang awalnya berjanji akan merevisi aturan bermasalah itu justru tak kunjung melakukannya setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI meminta KPU RI tak merevisi apa pun soal peraturan pencalegan.

Baca juga: Tak Kunjung Direvisi, Aturan KPU yang Ancam Jumlah Caleg Perempuan Digugat ke MA

"Sekarang KPU apakah akan mengikuti tunduk pada DPR atau tunduk pada undang-undang? Sebagai lembaga mandiri kan sebaiknya tunduk pada undang-undang, tidak tunduk pada DPR," kata perwakilan koalisi dari Maju Perempuan Indonesia, Wahidah Suaib, pada Senin (5/6/2023).

"Pasal 22E UUD 1945 mengatakan bahwa penyelenggaran pemilu dilakukan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, terbuka, dan mandiri," lanjutnya.

Hari ini, Wahidah dkk melayangkan uji materi secara resmi ke Mahkamah Agung atas aturan yang tidak pro upaya afirmasi perempuan itu.

Uji materi ini diajukan dengan diwakili 5 pemohon, terdiri dari 2 badan hukum privat dan 3 perseorangan.

Dua badan privat itu yakni Perludem dan Koalisi Perempuan Indonesia.

Baca juga: KPU Tak Masalah jika Aturan yang Ancam Jumlah Caleg Perempuan Digugat ke MA

Sementara itu, 3 orang pemohon lainnya adalah peneliti senior NETGRIT sekaligus mantan komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay, pakar hukum kepemiluan UI sekaligus anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini, serta perwakilan Maju Perempuan Indonesia sekaligus eks komisioner Bawaslu RI Wahidah Suaib.

Aktivis HAM sekaligus pendiri Institut Perempuan, Valentina Sagala, beserta eks komisioner KPU RI dan DKPP RI, Ida Budhiati, didapuk sebagai 2 orang ahli guna memperkuat dalil-dalil permohonan yang diajukan.

Wahidah menegaskan, rapat bersama DPR RI tidak mengikat. Hal itu juga merupakan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU/XIV/2016.

"Pilihannya jelas (untuk KPU). Kita ini terdiri dari 26 organisasi. Dorongan kepada KPU untuk mengubah Peraturan KPU ini sudah sangat masif. Kedua, mantan-mantan (komisioner) KPU juga turun. Ada Pak Hadar (Nafis Gumay), Bu Valentina (Sagala), Bu Ida Budhiati, Pak Ramlan (Surbakti), Bu Endang Sulastri, telah menyatakan bahwa ini tidak benar," ungkap Wahidah.

Baca juga: Koalisi Sipil Somasi Bawaslu agar Pastikan KPU Revisi Aturan yang Bisa Kurangi Caleg Perempuan

"Tinggal kemudian pilihannya kepada KPU. Mendengar DPR atau mengikuti undang-undang dan kelompok-kelompok pemerhati pemilu yang sudah sangat masif ini," lanjutnya.

Ketika ramai dikritik, KPU menggelar konferensi pers resmi bersama Bawaslu dan DKPP RI pada 10 Mei 2023.

Lewat awak media, KPU menyatakan bakal segera merevisi aturan bermasalah tersebut dan mengeklaim mendukung pemilu yang inklusif gender dan mendorong pemenuhan keterwakilan perempuan dalam proses ini.

KPU juga menyatakan bahwa proses konsultasi dengan DPR, sebagai tahapan yang harus dilalui ketika membentuk/mengubah aturan, bukan sesuatu yang bersifat dominasi dari parlemen.


Namun, koalisi menilai bahwa KPU justru semakin jauh dari janjinya, setelah Komisi II DPR RI melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diikuti oleh Kementerian Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, dan DKPP pada 17 Mei 2023 lalu, justru meminta KPU tak melakukan revisi apa pun.

Aturan baru KPU "potong" kuota perempuan

Sebelumnya diberitakan, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengonfirmasi bahwa pihaknya belum merevisi Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Dalam pasal itu, KPU mengatur pembulatan ke bawah jika perhitungan 30 persen keterwakilan perempuan menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima.

Sebagai misal, jika di suatu dapil terdapat 8 caleg, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4.

Karena angka di belakang desimal kurang dari 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total 8 caleg di dapil itu cukup hanya 2 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.

Padahal, 2 dari 8 caleg setara 25 persen saja, yang artinya belum memenuhi ambang minimum keterwakilan perempuan 30 persen sebagaimana dipersyaratkan Pasal 245 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Hasyim mengklaim, KPU sudah berinisiatif untuk mengakomodir kepentingan keterwakilan perempuan, sekalipun ketentuan yang dipersoalkan belum direvisi.

Ia justru balik menyinggung angka keterwakilan perempuan di dalam pendaftaran calon anggota legislatif yang telah ditutup pada 14 Mei lalu, yang diklaim sudah melampaui target minimum 30 persen.

"18 partai yang daftar bakal calon di KPU, angka keterwakilan perempuannya sudah di atas batas minimal yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu 30 persen minimal keterwakilan perempuan," ucap dia.

Menyangkut tudingan bahwa lembaganya manut kepada DPR lebih daripada UU Pemilu, Hasyim belum merespons permintaan tanggapan Kompas.com hingga artikel ini disusun.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Amnesty International Serahkan Agenda HAM ke 3 Tim Kampanye Capres-Cawapres

Amnesty International Serahkan Agenda HAM ke 3 Tim Kampanye Capres-Cawapres

Nasional
Firli Bahuri Dinilai Patut Segera Ditahan Supaya Tak Ada Keadilan Tertunda

Firli Bahuri Dinilai Patut Segera Ditahan Supaya Tak Ada Keadilan Tertunda

Nasional
Polisi Disarankan Tak Sungkan Tahan Firli karena Persoalan Pangkat

Polisi Disarankan Tak Sungkan Tahan Firli karena Persoalan Pangkat

Nasional
Firli Bahuri Belum Ditahan Diprediksi Bisa Picu Kecurigaan Masyarakat

Firli Bahuri Belum Ditahan Diprediksi Bisa Picu Kecurigaan Masyarakat

Nasional
Firli Disarankan Segara Ditahan Demi Prinsip Kesetaraan Hukum

Firli Disarankan Segara Ditahan Demi Prinsip Kesetaraan Hukum

Nasional
Firli Bahuri Belum Ditahan, Abraham Samad Menduga Ada 'Faktor Lain'

Firli Bahuri Belum Ditahan, Abraham Samad Menduga Ada "Faktor Lain"

Nasional
Pukul Kentongan di Depan Relawan, Cak Imin: Jika Terus Mengalir, Insya Allah Menang Telak di Pemilu 2024

Pukul Kentongan di Depan Relawan, Cak Imin: Jika Terus Mengalir, Insya Allah Menang Telak di Pemilu 2024

Nasional
Begini Cara Kementerian KP Lahirkan Pengusaha Muda di Sektor Kelautan dan Perikanan

Begini Cara Kementerian KP Lahirkan Pengusaha Muda di Sektor Kelautan dan Perikanan

Nasional
Butet Mengaku Diintimidasi Polisi, Timnas Amin Teringat Orde Baru

Butet Mengaku Diintimidasi Polisi, Timnas Amin Teringat Orde Baru

Nasional
Soal Gibran Bagi-bagi Susu di CFD, Ketua Bawaslu: Tak Boleh Gunakan CFD sebagai Arena Kampanye

Soal Gibran Bagi-bagi Susu di CFD, Ketua Bawaslu: Tak Boleh Gunakan CFD sebagai Arena Kampanye

Nasional
Terdakwa Penyuap Eks Kabasarnas Dituntut 3,5 Tahun Penjara

Terdakwa Penyuap Eks Kabasarnas Dituntut 3,5 Tahun Penjara

Nasional
Ganjar Janji Siapkan Internet Gratis buat Pelajar

Ganjar Janji Siapkan Internet Gratis buat Pelajar

Nasional
Demokrat Ingin Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Rakyat, Bukan Presiden

Demokrat Ingin Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Rakyat, Bukan Presiden

Nasional
Polri Sebut Siap Amankan Debat Capres di KPU Pekan Depan

Polri Sebut Siap Amankan Debat Capres di KPU Pekan Depan

Nasional
Ditanya soal 'Skincare' Saat Berkampanye di Lampung, Anies Sarankan Produk Lokal

Ditanya soal "Skincare" Saat Berkampanye di Lampung, Anies Sarankan Produk Lokal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com