Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Praperadilan Tersangka Dadan Tri Yudianto Lawan KPK Ditunda

Kompas.com - 05/06/2023, 16:59 WIB
Irfan Kamil,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menunda sidang gugatan praperadilan yang diajukan mantan Komisaris PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto, melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama dua pekan.

Diketahui, perkara nomor 47/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL ini dilayangkan eks Petinggi PT Wika Beton itu setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).

"Ditunda sampai dengan Senin, 19 Juni 2023, KPK sebagai termohon tidak hadir," ujar Pejabat Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto, Senin (5/6/2023).

Djuyamto mengatakan, permintaan penundaan telah disampaikan oleh KPK kepada Hakim Tunggal Ahmad Suhel.

"Surat sudah diterima hakim tunggalnya, yaitu Ahmad Suhel," kata Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat itu.

Baca juga: Jadi Tersangka KPK, Eks Komisaris Wika Beton Dadan Tri Yudianto Ajukan Praperadilan

Dihubungi terpisah, Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan bahwa penundaan sidang dilakukan lantaran lembaganya memerlukan waktu untuk menyiapkan jawaban atas gugatan tersebut.

Oleh karena itu, KPK mengirimkan surat permohonan penundaan sidang untuk mempersiapkan berbagai administrasi persidangan.

"Tim Biro Hukum masih menyiapkan bahan dan administrasi persidangannya," kata Ali Fikri kepada Kompas.com, Senin siang.

Terkait perkara suap pengurusan perkara di MA, KPK telah mengumumkan dua tersangka baru. Mereka adalah pejabat struktural di MA dan pihak swasta. Tetapi, KPK belum resmi merilis penetapan tersangka terhadap dua tersangka baru tersebut.

Dua sumber Kompas.com mengonfirmasi, dua tersangka itu adalah Sekretaris MA Hasbi Hasan dan eks Komisaris PT Wika Beton Dadan Tri Yudianto. Dengan demikian, saat ini jumlah tersangka suap pengurusan perkara di MA menjadi 17 orang.

Baca juga: KPK Sebut Dadan Tri Yudianto Berperan Jadi Calo Kasus di MA

Nama Hasbi Hasan dan Dadan Tri Yudianto muncul beberapa kali dalam persidangan kasus dugaan jual beli perkara di Mahkamah Agung.

Salah satu terdakwa penyuap hakim agung, Theodorus Yosep Parera mengungkapkan, jalur lobi pengurusan perkara di MA tidak hanya dilakukan lewat bawah.

Akan tetapi, lobi-lobi tersebut juga bisa melalui bekas Komisaris PT Wika Beton. Sebab, klien Yosep yang bernama Heryanto Tanaka melakukan lobi dengan pihak MA melalui Dadan Tri Yudianto.

Dadan disebut oleh pengacara kondang dari Semarang itu telah menjembatani Tanaka dengan Sekretaris MA Hasbi Hasan.

“Lobinya adalah melalui Dadan. Itu langsung dari klien saya, Dadan, dan Pak Hasbi,” ujar Yosep dalam sidang yang digelar di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Bandung, Rabu (22/2/2023).

Baca juga: Diperiksa sebagai Tersangka, Sekretaris MA dan Dadan Tri Tak Ditahan KPK

Tidak hanya itu, Yosep juga menyebut bahwa Dadan mendatangi kantornya dan melakukan video call dengan Hasbi.

Sementara itu, dalam dakwaan disebutkan bahwa Tanaka mentransfer uang Rp 11,2 miliar kepada Dadan terkait pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.

Transaksi itu dilakukan terkait perkara pidana Ketua Pengurus KSP Intidana, Budiman Gandi Suparman.

Mahkamah Agung lantas menyatakan Budiman terbukti bersalah dalam kasus pemalsuan akta. Ia kemudian divonis 5 tahun penjara.

Baca juga: KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Eks Komisaris Wika Beton Dadan Tri Yudianto

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com