JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuding negara-negara Eropa membuat berbagai kebijakan untuk menghambat aktivitas dagang Indonesia.
"Ini kan akan repot kalau semua negara melakukan hambatan perdagangan," kata Airlangga seusai bertemu Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/6/2023).
Airlangga membeberkan, setidaknya ada dua kebijakan negara-negara Eropa yang menghambat aktivitas dagang Indonesia ke benua tersebut.
Pertama, kebijakan deforestasi Uni Eropa yang mewajibkan sejumlah syarat kepada Indonesia jika ingin mengekspor hasil hutan ke Eropa dan akan berlaku mulai akhir 2024 atau sekitar 18 bulan lagi.
Baca juga: Menko Airlangga: Pajak Karbon Berlaku Mulai 2025
Airlangga menilai wajar apabila Uni Eropa membuat aturan tersebut, tetapi ia menilai tidak ada transparansi mengenai standar produk-produk hasil kehutanan yang bisa diekspor ke Eropa.
Padahal, produk-produk Indonesia juga sudah mempunyai standardnya sendiri yang telah berlaku sejak lama.
"Undang-undang ini cenderung menguntungkan perusahaan besar karena perusahaan besar terintegrasi, tetapi merugikan kepada 15 juta farmer di Indonesia karena ongkos untuk verifikasi itu kan tidak murah," ujar Airlangga.
Airlangga juga mempersoalkan langkah Uni Eropa yang membuat klasifikasi risiko deforestasi dari banyak negara di mana Indonesia dinyatakan berisiko tinggi.
Baca juga: Indonesia Protes Aturan Rating dalam Regulasi Deforestasi Uni Eropa
Ketentuan itu mengatur bahwa produk ekspor dari negara yang dikategorikan berisiko rendah 3 persennya harus diuji sampel, berisiko standard 6 persen, sedangkan yang berisiko tinggi 9 persen.
"Ongkos verifikasi ini siapa yang bayar? Nah saya katakan kalau di-push ke negara produsen berarti menekan petani, tapi kalau di-pass through ke konsumen ya silakan saja konsumer Eropa bayar," kata Airlangga.
Kebijakan lain yang dinilainya menghambat adalah Carbon Border Adjusten Mechanism (CBAM) yang mengatur bahwa negara pengimpor berhak mengenakan pajak karbon atas produk-produk yang menghasilkan karbon tetapi belum dikenakan pajak karbon.
Menurut Airlangga, Indonesia sebagai negara pengekspor baja dan belum menerapkan pajak karbon bakal dirugikan karena baja-baja yang diekspor dari Indonesia bakal dikenakan pajak di Eropa
Ia menyebutkan, kebijakan ini mempersulit Indonesia yang kini berfokus mengekspor barang-barang jadi, bukan lagi bahan mentah.
"Larangan ekspor mineral digugat, nanti kalau sampai produk jadi, hilir, dikenakan pajak lagi. Jadi ini kan sebetulnya masalah lingkungan atau masalah competition yang tidak compete?" tanya Airlangga.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.