JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa tidak ada pihak selain PDI-P yang membela Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai dikritik karena menyatakan bakal "cawe-cawe" dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Hal itu disampaikan Hasto di sela-sela menjawab pertanyaan mengenai element of surprise yang mungkin disampaikan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pada 6-8 Juni.
Awalnya, Hasto menilai bahwa Jokowi ingin bersikap "cawe-cawe" agar Indonesia tak kehilangan bonus demografi yang dianggap mampu membawa kemajuan bagi negara.
"Bahkan, Pak Jokowi sampai mengatakan, saya akan cawe-cawe agar bonus demografi ini tidak kita sia-siakan, sehingga terjadi loncatan kemajuan," kata Hasto dalam konferensi pers di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Jakarta, Senin (5/6/2023).
Baca juga: Sikap Cawe-cawe Disebut Bisa Runtuhkan Kenegarawanan Jokowi ke Depan
Hasto lantas mengklaim, hanya PDI-P yang menangkap maksud dari pernyataan Jokowi ingin "cawe-cawe" adalah untuk loncatan kemajuan negara.
Kemudian, Hasto mempertanyakan pihak mana lagi yang bersikap sama dengan PDI-P, yakni membela Jokowi soal "cawe-cawe".
"Dan sepertinya (hanya) PDI Perjuangan yang menangkap hal tersebut. Mana, yang lain membela ketika Pak Jokowi dikritik terkait dengan cawe-cawe," ujar Hasto.
Ia beralasan, PDI-P memandang Jokowi adalah seorang negarawan. Oleh karena itu, PDI-P tak memandang maksud Jokowi "cawe-cawe" sebagai hal negatif yang dilakukan seorang Kepala Negara.
"Kami maknai pada hal-hal yang positif, karena kami percaya pada kenegarawanan Presiden Jokowi di dalam membangun kemajuan Indonesia Raya," kata Hasto.
Baca juga: Ganjar Sebut Cawe-cawe Jokowi Bukan Intervensi Politik Keseluruhan
Sebelumnya diberitakan, ucapan Jokowi yang mengaku bakal "cawe-cawe" dalam Pemilu 2024 demi bangsa menimbulkan kritik berbagai pihak.
Salah satunya, Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) menyinggung adanya masalah serius dari kualitas politikus dalam negeri.
Sikap campur tangan kepala negara dalam urusan elektoral, di mana tak menjadi salah satu kandidatnya, dinilai menunjukkan rendahnya etika dan sikap kenegarawanan.
Dalih Jokowi bahwa campur tangannya ini untuk kepentingan "bangsa dan negara" juga dianggap tak memadai untuk membenarkan tindakannya.
"Itu sebuah alasan klise yang sering digunakan politisi," kata Direktur Puskapol UI, Hurriyah, kepada Kompas.com pada 1 Juni 2023.
Baca juga: Aparat dan Birokrat Diminta Jangan Ikut-ikutan Jokowi Cawe-cawe Pemilu 2024!
"Meskipun keberpihakan presiden tidak dilarang dalam undang-undang atau peraturan lain yang berlaku, tetapi apa-apa yang tak diatur oleh hukum, masuk ke dalam wilayah etik. Kita jadi tahu kualitas moral seseorang dari cara mereka memperlakukan etik," ujarnya lagi.
Menurutnya, sikap ini berbahaya karena pada diri seorang presiden melekat berbagai hak, wewenang, sumber daya, serta fasilitas negara yang seharusnya tidak dipakai untuk kepentingan kubu tertentu.
Sementara itu, Jokowi sudah beberapa kali diindikasikan turut campur jelang Pemilu 2024.
Sebagai contoh, Jokowi secara terang-terangan mengumpulkan ketua umum partai politik di Istana Merdeka, minus ketua umum partai politik poros oposisi.
Meskipun, pertemuan itu diklaim hanya silaturahmi biasa dan tidak membicarakan soal politik praktis.
Baca juga: Hasto: Presiden Cawe-cawe Demi Menjaga Loncatan Kemajuan
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.