Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/06/2023, 15:23 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddique menyinggung persoalan etika bernegara terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan bakal cawe-cawe atau ikut campur terkait Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.

Jimly menilai meski sikap Presiden Jokowi yang mengakui ikut cawe-cawe menjelang Pilpres 2024 tidak melanggar hukum, tetapi dia menilai hal itu akan memicu persoalan lain.

"Kalau secara hukum bagaimana, tidak ada larangan secara hukum dalam kontitusi kita, tapi kan bukan masalah benar atau salah secara hukum, haram halal secara hukum. Tapi baik-buruk soal etika bernegara," kata Jimly dalam Program Rosi di Kompas TV, seperti dikutip pada Minggu (4/6/2023).

Baca juga: Jokowi Ingin Cawe-cawe, Amien Rais: Hentikan Manuver Ugal-ugalan Anda

Jimly menilai apa yang dilakukan Presiden Jokowi dengan ikut campur dalam dinamika politik menjelang Pilpres 2024 berpotensi menjadi persoalan serius.

"Jadi bisa secara hukum tidak bermasalah, tapi dari segi kepantasan, etika ada problem serius," ucap Jimly.

Jimly yang menjabat Ketua MK 2003-2008 mengatakan, persoalan etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk. Maka dari itu menurut dia pernyataan Jokowi soal cawe-cawe menjelang Pilpres harus dilihat potensi dampaknya lebih jauh.

"Tapi soal etika ini kan abstrak, ada kaitan dengan problem budaya, pelembagaan politik yang belum kuat, jadi kita harus memandangnya itu jauh," ucap Jimly.

Baca juga: Aparat dan Birokrat Diminta Jangan Ikut-ikutan Jokowi Cawe-cawe Pemilu 2024!


Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi mengakui bahwa dirinya cawe-cawe atau mencampuri urusan kontestasi politik menjelang Pilpres 2024.

Pernyataan Jokowi tersebut disampaikan ketika bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional di Istana, Jakarta, Senin (29/5/2023) sore.

Ia menilai, bangsa ini membutuhkan pemimpin yang bisa menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada 2030.

Oleh karena itu, Presiden Ketujuh RI itu menilai, kebijakan dan strategi kepemimpinan berikutnya akan menjadi penentu Indonesia untuk menjadi negara maju atau tidak.

Baca juga: Sikap Cawe-cawe Disebut Bisa Runtuhkan Kenegarawanan Jokowi ke Depan

"Karena itu saya cawe-cawe. Saya tidak akan netral karena ini kepentingan nasional," katanya di hadapan para pemimpin redaksi media massa nasional, Senin (29/5/2023).

"Kesempatan kita hanya ada 13 tahun ke depan. Begitu kita keliru memilih pemimpin yang tepat untuk 13 tahun ke depan, hilanglah kesempatan untuk menjadi negara maju," imbuhnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com