JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta polisi mengedepankan empati dalam menyidik kasus dugaan pemerkosaan seorang ABG, RO (16), oleh 11 lelaki di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Peneliti ICJR, Maidina Rahmawati, menyayangkan narasi polisi yang menyatakan peristiwa itu adalah persetubuhan anak di bawah umur, dan seolah mereduksi derajat kesalahan para terduga pelaku.
"Sangat disayangkan peningkatan pengetahuan polisi mengenai kekerasan seksual cukup minim. Sama sekali tidak sulit memahami ini dan berempati pada korban anak," kata Maidina dalam keterangan pers yang dikutip pada Jumat (2/6/2023).
Menurut Maidina, polisi harus banyak mempelajari perkembangan pengaturan kekerasan seksual di Indonesia, serta perkembangan diskursus serta politik hukum tentang kekerasan seksual yang sejalan dengan pemenuhan hak korban.
Baca juga: Ayah ABG 16 Tahun yang Diperkosa 11 Pria di Sulteng Ajukan Perlindungan ke LPSK
"Polisi wajib memahami diskursus perlindungan anak bahwa setiap bentuk persetubuhan terhadap anak dengan bentuk cara apapun, kekerasan, ancaman ataupun rayuan sebagai perkosaan yang mutlak atau Statutory Rape," ujar Maidina.
Maidina menambahkan, polisi seharusnya memahami perkembangan politik hukum di Indonesia. Menurut dia, dengan keberadaan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPSK) maka persetubuhan terhadap anak adalah perbuatan kekerasan seksual.
"Juga dalam Pasal 473 ayat (2) huruf b UU No. 1 tahun 2023 tentang KUHP Baru telah mengambil politik hukum bahwa persetubuhan terhadap anak juga merupakan bentuk perkosaan," ujar Maidina.
Baca juga: Kapolri Atensi Kasus ABG 16 Tahun Diperkosa 11 Pria di Sulteng yang Disebut Polisi Persetubuhan
Sebelumnya diberitakan, RO dilaporkan diperkosa oleh 11 lelaki dalam kurun waktu April 2022 sampai Januari 2023.
Para terduga pelaku disebut terdiri dari guru sekolah dasar, petani, kepala desa, wiraswasta, pengangguran, termasuk seorang anggota Brimob.
Kasus tersebut terungkap setelah korban melapor ke Polres Parigi Moutong pada Januari 2023.
Saat melapor, RO didampingi oleh ibu kandungnya. Terbaru, polisi menyampaikan bahwa peristiwa yang menimpa RO bukanlah kasus pemerkosaan melainkan persetubuhan di bawah umur.
Baca juga: Kasus ABG 16 Tahun di Parigi Moutong Diperkosa, Pakar: Pemaksaan Bisa Dalam Bentuk Psikis
Alasannya, tindakan para tersangka tidak dilakukan secara paksa melainkan ada bujuk rayuan dan iming-iming.
Korban melapor ke Polres Parigi Moutong pada Januari 2023 lalu setelah mengalami sakit pada bagian perut.
Korban menyampaikan bahwa tindakan para tersangka dilakukan di tempat yang berbeda-beda selama 10 bulan.
"Ini bukan kasus pemerkosaan, tetapi kasus persetubuhan anak di bawah umur," kata Kapolda Sulteng Irjen Pol Agus Nugroho, dikutip dari Antara.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.