JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerhati Anak dan Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan, kasus persetubuhan yang melibatkan anak di bawah umur tetap kasus pemerkosaan, meski ada iming-iming yang dijanjikan pelaku.
Hal ini menanggapi pernyataan kepolisian bahwa kasus hubungan seksual terhadap anak berusia 16 tahun berinisial RO di Kabupaten Parigi Mountong, Sulawesi Tengah, oleh 11 pria bukanlah kasus pemerkosaan melainkan persetubuhan di bawah umur.
Retno menyebut, dalam hal itu, polisi menggunakan dalih persetujuan karena ada imbalan yang diterima korban.
"Polisi menggunakan dalih persetujuan karena ada imbalan yang diberikan pelaku. Kalau korban anak, ya tetap saja pemerkosaan jatuhnya," kata Retno kepada Kompas.com, Jumat (2/6/2023).
Retno menilai, kasus ini lebih tepat disebut sebagai Kejahatan Seksual Terhadap Anak.
Dia menyebut, melakukan persetubuhan dengan anak merupakan tindak pidana, karena tidak ada konsep suka sama suka dan persetujuan jika dilakukan terhadap anak.
Hal ini kata Retno, didasarkan pada Undang-Undang Perlindungan Anak, di mana pelaku dapat dituntut hukuman 5 tahun sampai 15 tahun. Jika pelakunya orang terdekat korban seperti guru, hukumannya dapat diperberat sepertiga.
Apalagi menurut keterangan korban, ada unsur bujuk rayu, seperti dijanjikan sesuatu.
"Semua kekerasan seksual terhadap anak enggak ada dalih suka sama suka. Itu ketentuan dalam perundangan. Modusnya bujuk rayu, iming-iming atau ancaman," beber Retno.
Baca juga: Persetubuhan dengan Anak di Bawah Umur adalah Tindak Pidana meski Suka Sama Suka
Lebih lanjut Retno menyampaikan, pihak kepolisian perlu mendalami apakah anak korban merupakan korban eksploitasi seksual anak.
Sebab diketahui, korban mulai bekerja di rumah makan sekretariat pemuda adat di Desa Sausu, Taliabo, pada April 2022. Korban tidak mengetahui bahwa di rumah makan tersebut ada pelayan perempuan yang membuka layanan prostitusi.
Di sisi lain, korban tinggal sendiri karena kedua orangtuanya bercerai. Tak heran, korban sangat butuh pekerjaan agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tak heran, kondisi anak korban tersebut sangat rentan dieksploitasi pihak tak bertanggungjawab.
"Hal ini tentu perlu diselidiki lebih dalam oleh pihak kepolisian. Polisi harus jadi penegak hukum yang tidak tebang pilih, apalagi korbannya anak yang sampai rusak organ reproduksinya," jelas Retno.
Adapun dalam penanganannya, Retno mengimbau agar semua pihak mendukung korban, dengan cara percaya dahulu pada korban. Pasalnya, korban anak tidak mungkin mengarang cerita kejahatan seksual.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.