JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengizinkan penghuni kontrakan eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo di Jakarta Barat yang sudah membayar uang sewa untuk menempati kontrakan tersebut hingga masa sewa habis.
Kontrakan tersebut menjadi salah satu aset Rafael yang disita KPK.
"Barusan saya konfirmasi, yang masih tinggal di kostan itu, mereka sudah bayar di depan. Jadi sampai selesai sewanya," kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, Kamis (1/6/2023).
Baca juga: KPK: Nilai TPPU Rafael Alun Nyaris Rp 100 Miliar, Masih Bisa Bertambah
Asep mengatakan, setelah waku sewa habis, para penghuni kontrakan Rafael tidak lagi bisa memperpanjang masa tinggal mereka.
Menurut Asep, KPK menghormati hak tinggal para penyewa kontrakan itu karena ikatan atau transaksi penyewaan sudah dilakukan sebelum aset Rafael tersebut disita.
"Perikatan mereka terjadi sebelum penyitaan dilaksanakan, kita harus menghormati itu," ujar Asep.
Di sisi lain, kata Asep, para penghuni kontrakan Rafael hanya membayar biaya sewa untuk satu bulan. Artinya, mereka tidak akan menempati kontrakan itu dalam waktu yang lama.
Kelonggaran ini juga diberikan agar penghuni kontrakan Rafael memiliki waktu untuk mencari hunian lain.
"Sambil memberikan kesempatan bagi penyewa untuk mencari tempat kost baru," ujar dia.
Baca juga: Nasib Jon Penjaga Kontrakan Rafael Alun: Digaji Rp 1,4 Juta dan Sempat Dipanggil KPK
Sebelumnya, KPK mengumumkan telah menyita sejumlah properti milik Rafael Alun di Jakarta.
Aset itu antara lain indekos di Blok M dan Simprug Jakarta Selatan serta kontrakan di Jakarta Barat.
Ditemui Kompas.com di lokasi, penjaga kontrakan, Jon menyebut sejumlah penyewa masih menghuni hunian tersebut.
Menurut Jon, setidaknya terdapat 21 kamar di kontrakan Rafael Alun meski tidak semuanya terisi.
"Iya masih (ditempati penghuni). Ada (kamar) yang kosong," kata Jon, penjaga kontrakan saat ditemui di lokasi, Rabu (31/5/2023).
KPK menetapkan Rafael sebagai tersangka dugaan gratifikasi. Ia diduga menerima 90.000 dollar Amerika Serikat melalui perusahaan konsultan pajak miliknya, PT Artha Mega Ekadhana (AME).
Ketua KPK Firli Bahuri menyebut, gratifikasi tersebut diterima dalam kapasitas Rafael sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pada DJP, Kementerian Keuangan.
Dalam posisi itu, Rafael berwenang meneliti dan memeriksa temuan perpajakan wajib pajak yang diduga melenceng dari ketentuan.
“Dengan jabatannya tersebut diduga Rafael menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak atas pengkondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakannya,” ujar Firli dalam konferensi pers di kantornya, Senin (3/4/2023).
Belakangan, KPK menetapkan Rafael sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.