Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/05/2023, 16:24 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

“Seharusnya beliau menyampaikan, saya akan fokus dengan tugas dan tanggung jawab utama saya. Bukan malah menyampaikan saya akan cawe-cawe demi kepentingan negara,” kata Herzaky dalam keterangannya, Selasa (30/5/2023).

Menurut Herzaky, saat ini masyarakat lebih ingin Jokowi menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah sebelum lengser pada akhir 2024. Salah satu yang masih belum terselesaikan yakni tingginya angka kemiskinan dan tingkat pengangguran.

“Fokus saja bekerja untuk rakyat di sisa masa kepemimpinannya, agar bisa meninggalkan hal baik untuk penerusnya,” tutur dia.

Baca juga: Istana Sebut Cawe-cawe Jokowi Bukan Berarti Beri Dukungan ke Capres Tertentu

Tak etis

Sementara, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai bahwa pernyataan soal cawe-cawe urusan Pemilu 2024 menunjukkan bahwa Jokowi adalah presiden partisan.

Dedi berpandangan, tindakan Jokowi selama ini menunjukkan bahwa sikap cawe-cawe atau intervensi tersebut bukan untuk kepentingan bangsa dan negara, tetapi politik pribadi.

"Apa yang ditunjukkan presiden juga yang ia sampaikan, jelas menempatkan Jokowi sebagai presiden partisan. Secara umum bisa dianggap telah lakukan kolusi," kata Dedi kepada Kompas.com, Selasa (30/5/2023).

Menurut Dedi, jika intervensi yang dilakukan demi kepentingan bangsa dan negara, Jokowi mestinya mengintervensi Mahkamah Konstigusi (MK) agar tidak membuat keputusan yang melanggar konstitusi.

Kemudian, mengintervensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tidak menjadi alat kekuasaan, atau mengintervensi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Menteri Keuangan agar semua proses pemilu berjalan sesuai koridor konstitusi dan tepat waktu.

"Intervensi dalam hal pelaksanaan, sah saja karena memang tanggung jawab presiden, tetapi intervensi politis jelas tidak dibenarkan," ujarnya.

Baca juga: Ramai-ramai Tolak Pemilu Proporsional Tertutup: SBY Turun Gunung, 8 Fraksi Kekeh Sistem Terbuka

Sementara, yang terjadi saat ini adalah Jokowi turut andil dalam menentukan siapa capres yang dia inginkan, berupaya memberikan fasilitas negara untuk pembahasan koalisi, hingga mengucilkan partai lain yang berseberangan. Menurutnya, perbuatan tersebut jelas-jelas merupakan tidak etis dan merusak wibawa kepala negara.

Cawe-cawe Jokowi hanya untuk kepentingannya pribadi, keluarga, atau kelompok politiknya, imbasnya cukup berbahaya. Mulai dari potensi rusaknya tata kelola pemerintahan hingga menjadikan negara ini seolah milik personal," kata Dedi.

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno meyakini, sikap cawe-cawe Jokowi tak sepenuhnya demi pemilu yang demokratis.

Mengingat Jokowi berulang kali meng-endorse bakal calon presiden, Adi menduga kepala negara cawe-cawe supaya presiden 2024 terpilih adalah yang sesuai dengan kemauannya.

"Publik juga tidak bisa menutup mata bahwa istilah cawe-cawe yang diistilahkan Jokowi itu ingin menegaskan bahwa pemimpin yang terpilih di 2024 itu adalah mereka yang bisa melanjutkan semua hal yang sudah dilakukan oleh Jokowi," kata Adi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (30/5/2023).

Menurut Adi, mungkin saja presiden khawatir kinerja Indonesia ke depan menurun dan penggantinya tidak melanjutkan apa yang sudah dia kerjakan. Oleh karenanya, Jokowi ingin presiden selanjutnya adalah “orangnya sendiri”.

"(Harus) all Jokowi's men. Karena kalau yang jadi Presiden 2024 itu yang bukan orangnya Jokowi, tentu ‘jogetnya’ itu bukan ke depan, tapi ke belakang," kata dia.

Dihubungi terpisah, pengamat politik dari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai, meski presiden mengaku tidak akan melanggar hukum dan konstitusi terkait upaya cawe-cawe itu, keberpihakan politik Jokowi secara terbuka berpotensi disalahgunakan sebagai alat politisasi kekuasaan negara.

Umam menuturkan, gelagat tersebut sudah terlihat ketika Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menyebut Jokowi sebagai panglima tertinggi dalam pengambilan keputusan politik praktis mereka.

Selain itu, Jokowi juga pernah berjanji akan membisiki para ketua umum partai terkait calon presiden yang akan didukung di hadapan jaringan relawannya. Ketika menyampaikan itu, lencana kepresidenan masih menempel di dada Jokowi.

Halaman:


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com