Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/05/2023, 13:43 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, pasir laut yang kembali diizinkan diekspor oleh pemerintah adalah pasir yang merupakan hasil sedimentasi di laut.

"Yang dimaksud dan dibolehkan (ekspor) itu (pasir hasil) sedimen, kan chanel-chanel itu banyakan terjadi pendangkalan, pendangkalan yang disebabkan oleh pengikisan dan segala macam," kata Arifin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (31/5/2023).

Arifin mengatakan, pasir yang mengendap atau tersedimentasi itu mesti dikeruk demi menjaga kedalaman air agar bisa dilalui oleh kapal-kapal yang berlayar.

Baca juga: Kata Luhut, Ekspor Pasir Laut Justru Menyehatkan Ekosistem

Arifin yakin bahwa pasir yang dikeruk itu memiliki nilai ekonomi karena adanya permintaan, termasuk dari Singapura untuk proyek reklamasi negara tersebut.

Pasir sedimentasi itulah yang kemudian diputuskan dibolehkan untuk diekspor apabila kebutuhan dalam negeri sudah mencukupi.

"Kalau (pasir) itu mengendap, jadi apa? Sedimen dan kemudian bisa membahayakan alur pelayaran kan? Dikeruk, dikeruk kan ada ongkosnya, ada nilainya dong. Maka ada yang mau enggak? Pasti kan supply demand ada," ujar Arifin.

Ia pun menyebutkan bahwa pasir yang dibiarkan terus mengendap di dasar perairan justru berdampak negatif dari sisi ekonomi.

"Kalau misalnya kapal-kapal gede yang punya nilai ekonomis tinggi karena keterbatasan sama pendangkalan kedalaman itu jadi enggak bisa pakai (kapal) yang besar kan jadinya ekonominya lebih mahal kan," kata Arifin.

Baca juga: Soal Ekspor Pasir Laut, Sandiaga: Yang Penting Tidak Merusak Alam, Terutama Pariwisata

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Ada ketentuan baru dalam regulasi terbaru terkait pengelolaan pasir laut.

Dalam Pasal 6 beleid tersebut, Jokowi memberikan ruang kepada sejumlah pihak untuk mengeruk pasir laut dengan alasan mengendalikan sedimentasi di laut.

Dalam Pasal 8, Jokowi mengizinkan aktivitas pengerukan pasir laut dengan alasan pembersihan sedimentasi.

Pengerukan pasir laut itu diprioritaskan dilakukan kapal isap berbendera Indonesia.

Izin ekspor pasir laut hasil kerukan itu kemudian dipertegas Jokowi dalam Pasal 9.

Hasil pengerukan pasir laut dari aktivitas pembersihan sedimentasi bisa dijual ke luar negeri dengan syarat kebutuhan dalam negeri sudah tercukupi.

Ekspor pasir laut selama ini dilarang pemerintah sejak tahun 2003. Hal ini sesuai dengan Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tertanggal 28 Februari 2003.

Baca juga: Luhut Pastikan Ekspor Pasir Laut Tidak Rusak Lingkungan

Selama ini, pasir laut memang diizinkan pemanfaatannya untuk kebutuhan dalam negeri, terutama untuk pasir uruk tanah reklamasi. Sementara itu, untuk ekspor pasir laut sudah dilarang sejak 2003.

Sebelum tahun 2003, ekspor pasir laut menjadi perdebatan panas sebelum akhirnya dilarang pemerintah. Negara yang paling rajin mengimpor pasir laut adalah Singapura.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Nasional
Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Nasional
Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Nasional
RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

Nasional
Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Nasional
Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Nasional
Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Nasional
Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Nasional
Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Nasional
RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

Nasional
Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com