MASIH ingat jawaban seorang narasumber pada salah satu televisi swasta ketika seorang presenter wanita menanyakan kabinet Orde Baru (Orba) pada periode genting pemerintahan Mei 1998?
Tokoh tersebut menjawabnya dengan analogi “cabut gigi” yang memaknakan Orba harus lengser.
Presenter tersebut terlihat begitu gugup mendengar jawaban itu. Tentu saja, bagi Anda yang hidup pada periode kejayaan semu tersebut, kritik bagi pemerintah sangat mungkin mati karir.
Namun, tidak dengan tokoh yang tidak lazim satu ini sekalipun orang dalam lingkaran pemerintahan. Ia menjawabnya dengan lugas bahwa memang sudah seharusnya pemerintahan Orba berakhir.
Pernyataan dalam wawacancara dengan menyebut “cabut gigi”, boleh jadi mewakili ratusan juta warga Indonesia yang tengah digebuk krisis moneter sehingga menciptakan runyamnya kehidupan alias periuk nasi warga karena harga kebutuhan pokok melambung tinggi.
Kekacauan dan panik terjadi di seluruh Indonesia. Isu SARA yang menyasar salah satu etnis merebak.
Belum lagi, begitu otoriternya pemerintahan kala itu. Presiden mendapat julukan sebagai master of puppets.
Akronim kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) seperti sudah menjadi hal lumrah dan menjadi tabiat umum jika ingin jabatan, karier, dan bisnis langgeng.
Masyarakat bulat satu suara yang didorong pula dengan demonstrasi jutaan mahasiswa turun ke jalan memaksa Jenderal bintang lima turun singgasana setelah 32 tahun berkuasa bak raja.
Siapa tokoh nasional tersebut? Tokoh tersebut adalah seorang adik seorang diplomat ulung Mochtar Kusumaatmadja yang memiliki reputasi internasional melahirkan United Nation Convention on Law of the Sea (UNCLOS) sehingga luas wilayah perairan Nusantara dari 2,5 juta km2 menjadi sekitar 5,1 juta km2!
Tanpa bedil sekaligus nihil pertumpahan darah. Cara diplomasi berkelas sekaligus membawa Indonesia sebagai negara yang disegani bangsa lain.
Sarwono Kusumaatmadja adalah tokoh tersebut. Tokoh nasional jebolan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) dan sempat diceburkan oleh orangtuanya untuk bersekolah di Inggris, mungkin adalah salah satu tokoh anomali yang berhasil dua kali menjadi menteri di era Orba dan berhasil pula menjadi pelopor Kementerian Kelautan pertama periode pemerintahan Gus Dur.
Uniknya, dalam peringatan haul Gus Dur, Sarwono Kusumatmadja mengaku ia lupa sudah jauh hari diminta Gus Dur untuk menjadi menteri pemerintahannya ketika tokoh plural tersebut terpilih menjadi presiden tahun 1999!
Isu tantangan bonus demografi adalah awal saya mengenal beliau pada 2016. Tidak sempat bertemu di sekretariat yang berada dekat kawasan Jakarta Selatan, pada akhirnya berdiskusi intens pada 2017, ketika acara Yayasan Bhakti Bangsa.
Yayasan Bhakti Bangsa didirikan beliau bersama beberapa tokoh nasional seperti Sofyan Djalil, Ph.D, TP. Rachmat, Ir. Aditya Sumanegara, Supramu Santoso, Dr. Widiyanto Dwi Surya dan Prof. Fasli Jalal, Ph.D sebagai ketua umum.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.