Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/05/2023, 19:12 WIB
Ardito Ramadhan,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mendorong organisasi-organisasi masyarakat dapat mencegah terjadinya pembelahan masyarakat menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Hal ini ia sampaikan merespons adanya kesepakatan antara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pimpinan Pusat (PP) Muhamadiyah terkait bahayanya politik identitas menjelang pilpres.

"Ormas ini bukan hanya NU-Muhammadiyah, sebaiknya memang semua ormas-ormas itu juga mengadakan pertemuan bersama untuk mencegah terjadinya polarisasi dan pembelahan masyarakat," kata Ma'ruf di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (25/5/2023).

Baca juga: Gus Yahya: Tak Boleh Gunakan Identitas NU sebagai Modal Politik, Walaupun Orang NU

Ma'ruf mengatakan, pertemuan antara PBNU dan Muhammadiyah yang menyepakati menolak politik identitas ini sangat baik. Sebab, organisasi masyarakat juga merupakan kelompok strategis yang ada di tengah masyarakat, selain partai politik.

"Ya supaya ini terus dijaga bangsa ini, peran daripada kelompok strategis masyarakat ormas itu saya kira menjadi penting," kata mantan rais aam PBNU tersebut.

Diberitakan sebelumnya, PBNU dan PP Muhammadiyah sepakat mendorong semua pihak untuk menciptakan Pemilu yang bermoral dan bermartabat.

Kedua organisasi Islam itu menyerukan agar politikus tidak memanfaatkan isu perpecahan dan polarisasi guna mendulang suara karena isu tersebut jauh dari moral yang baik.

"Kami memandang politik identitas ini berbahaya bagi masyarakat secara keseluruhan karena itu akan mendorong perpecahan di masyarakat," kata Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dalam konferensi pers seusai pertemuan PBNU-Muhammadiyah di kantor PBNU, Jakarta, Kamis siang.

Baca juga: Tiba di Kantor PBNU, Rombongan PP Muhammadiyah Membawa 3 Agenda

Hal senada disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir. Haedar mengatakan, politik identitas menyentuh unsur suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

"Karena menyandarkan (pada SARA), maka sering terjadi politisasi sentimen atas nama agama suku golongan yang akhirnya membawa ke arah polarisasi," kata Haedar.

"Bukan hanya secara inklusif bahkan di tubuh setiap komunitas golongan bisa terjadi friksi seperti yang disampaikan Gus Yahya," imbuh dia.

Oleh sebab itu, Haedar mengajak agar para politikus yang berkontestasi pada Pemilu 2024 nanti bisa mengedepankan politik yang obyektif, rasional dan di dalam koridor demokrasi modern.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Mentan Syahrul Hilang Kontak di Luar Negeri, Imigrasi Belum Diminta KPK Mencari

Mentan Syahrul Hilang Kontak di Luar Negeri, Imigrasi Belum Diminta KPK Mencari

Nasional
UU IKN Baru: Pengusaha Perumahan yang Bangun Rumah di IKN Akan Diberikan Insentif

UU IKN Baru: Pengusaha Perumahan yang Bangun Rumah di IKN Akan Diberikan Insentif

Nasional
Pasal 42 UU IKN Baru: Peraturan yang Bertentangan dengan Pembangunan IKN Dinyatakan Tak Berlaku

Pasal 42 UU IKN Baru: Peraturan yang Bertentangan dengan Pembangunan IKN Dinyatakan Tak Berlaku

Nasional
Wamentan Sebut Mentan SYL Seharusnya Sudah Kembali ke Indonesia Akhir Pekan Lalu

Wamentan Sebut Mentan SYL Seharusnya Sudah Kembali ke Indonesia Akhir Pekan Lalu

Nasional
Kejagung Sita Sejumlah Dokumen dari Penggeledahan Kantor Kemendag Terkait Dugaan Korupsi Impor Gula

Kejagung Sita Sejumlah Dokumen dari Penggeledahan Kantor Kemendag Terkait Dugaan Korupsi Impor Gula

Nasional
UU IKN Baru, Pemerintah Buka Hak Guna Usaha Maksimal 95 Tahun

UU IKN Baru, Pemerintah Buka Hak Guna Usaha Maksimal 95 Tahun

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Baru Sindikat Narkoba Jaringan Fredy Pratama

Polri Tangkap 5 Tersangka Baru Sindikat Narkoba Jaringan Fredy Pratama

Nasional
Polri Tangkap 1.532 Tersangka Kasus Narkoba, Sita 407.842 Gram Sabu hingga 48.443 Kg Ganja

Polri Tangkap 1.532 Tersangka Kasus Narkoba, Sita 407.842 Gram Sabu hingga 48.443 Kg Ganja

Nasional
Kasus Pengadaan Lahan di Cakung, Eks Dirut Sarana Jaya Yoory Pinontoan Didakwa Perkaya Diri Sebesar Rp 155,4 Miliar

Kasus Pengadaan Lahan di Cakung, Eks Dirut Sarana Jaya Yoory Pinontoan Didakwa Perkaya Diri Sebesar Rp 155,4 Miliar

Nasional
Polri: Hasil Analisa CCTV, Tak Ada Orang Keluar-Masuk Kamar Ajudan Kapolda Kaltara

Polri: Hasil Analisa CCTV, Tak Ada Orang Keluar-Masuk Kamar Ajudan Kapolda Kaltara

Nasional
Jokowi Disebut Tahu Mentan Syahrul Menghilang, tetapi Belum Beri Perintah Mencari

Jokowi Disebut Tahu Mentan Syahrul Menghilang, tetapi Belum Beri Perintah Mencari

Nasional
UU IKN Baru Disahkan, Kepala Otorita Wajib Buat Aturan Prosedur Pemindahan Ibu Kota

UU IKN Baru Disahkan, Kepala Otorita Wajib Buat Aturan Prosedur Pemindahan Ibu Kota

Nasional
PDI-P: 'Reshuffle' dalam Situasi Sekarang Kurang Kondusif, kecuali...

PDI-P: "Reshuffle" dalam Situasi Sekarang Kurang Kondusif, kecuali...

Nasional
Kejagung Naikkan Status Kasus Dugaan Korupsi Proyek Jalur KA Besitang-Langsa ke Penyidikan

Kejagung Naikkan Status Kasus Dugaan Korupsi Proyek Jalur KA Besitang-Langsa ke Penyidikan

Nasional
Keberadaan Syahrul Yasin Limpo Tak Diketahui, Wamentan Yakin Mentan Tidak Kabur dari KPK

Keberadaan Syahrul Yasin Limpo Tak Diketahui, Wamentan Yakin Mentan Tidak Kabur dari KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com