Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rakyat Diminta Melek Politik Buat Cegah Kecurangan di Pemilu 2024

Kompas.com - 24/05/2023, 17:56 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta supaya rakyat tergugah memperkaya pengetahuan politik guna menekan perbuatan curang dalam setiap perhelatan pemilihan umum (Pemilu).

Hal itu disampaikan Mahfud saat menjadi pembicara kunci seminar "Literasi Media dan Politik Jelang Pemilu 2024: Mitigasi Konflik SARA dan Penguatan Partisipasi Warga", di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Selasa (23/5/2023) kemarin.

Mahfud mengatakan, Indonesia sudah 5 kali menggelar pemilu setelah reformasi. Dalam 5 kali pemilu itu, Mahfud mengakui telah terjadi kecurangan.

"Karena sudah lima kali Pemilu kita 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019 curang terus, tetapi beda saudara, yang curang sekarang itu adalah peserta Pemilu sendiri, bukan pemerintah," kata Mahfud.

Mahfud berpesan supaya seluruh lapisan masyarakat pihak terus memperkuat literasi politik maupun media, demi menjaga Pemilu 2024 agar lebih demokratis.

"Karena Pemilu itu adalah taruhan kita bagi masa depan bangsa ini," ucap Mahfud.

Meski begitu, Mahfud menilai bentuk kecurangan dalam Pemilu selepas Reformasi berbeda jauh berbeda jika dibandingkan semasa Orde Baru.

Menurut dia, sudah menjadi rahasia umum Pemilu pada masa Orde Baru kerap kali diatur sedemikian rupa supaya memenangkan pihak tertentu.

"Kalau dulu zaman Orde Baru itu ndak bisa dibantah, yang curang pemerintah terhadap rakyat," ujar Mahfud.

"Pokoknya yang menang harus Golkar, pemilu besok yang Golkar dapat sekian, PPP sekian, PDI sekian, sudah diatur. Itu bukan berita bohong, memang iya," sambung Mahfud.

Sedangkan dalam 5 kali Pemilu pasca Reformasi, Mahfud menyebut kecurangan terjadi antara rakyat dengan rakyat dan dilakukan oleh peserta Pemilu.

Mahfud mengungkapkan modus kecurangan yang terjadi dalam Pemilu setelah Reformasi adalah peserta pemilu membayar orang tertentu di tempat pemungutan suara (TPS).

Hal tersebut dilakukan untuk memalsukan hasil pemungutan suara yang nantinya akan diserahkan ke kelurahan, kecamatan dan seterusnya.

"Sudah diakali sedemikian rupa, masih saja terjadi kasus-kasus seperti itu," ucap Mahfud.

Oleh karena itu, Pemerintah sejak 2003 secara resmi membentuk Mahkamah Konstitusi (MK), yang salah satu tugasnya adalah menyelesaikan perselisihan hasil pemilu.

Mahfud, yang juga mantan Ketua MK 2009-2013 menegaskan lembaga yudikatif itu harus bekerja secara terbuka dan independen.

"Karena kalau keputusannya tidak terbuka dan independen, itu bisa jadi masalah politik yang besar," ujar Mahfud.

Mahfud bahkan mengaku sudah sempat berpesan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI untuk bersiap-siap menghadapi gugatan kecurangan pemilu.

"Pemilu pasti diwarnai kecurangan, yang kemarin dan yang besok. Oleh sebab itu, saya bilang ke Pak Hasyim (Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari) dan Bawaslu ketika datang ke kantor saya untuk siap-siap digugat karena Pemilu curang," tutur Mahfud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan Cawe-cawe PJ Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan Cawe-cawe PJ Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com