MUNGKIN ini agak sedikit berbeda dengan fenomena yang terjadi selama ini. Ketika ada “pelanggaran lalu lintas” dilakukan oleh pengendara, maka pihak pengendara akan dikenakan tilang oleh polisi.
Penilangan ini dilakukan secara elektronik (ETLE). Namun akibat keterbatasan dalam pelaksanaannya, maka pihak kepolisian akan kembali menerapkan tilang manual.
Tentu ada banyak faktor yang mendorong perlunya penerapan tilang manual. Jadi bukan semata-mata karena adanya keterbatasan anggaran kepolisian untuk mengirimkan surat tilang elektroniknya.
Namun juga adanya “ketidakpatuhan” masyarakat pengendara di banyak ruas jalan.
Mungkin sebagian dari pengendara tahu bahwa ETLE tidak berfungsi efektif sehingga jikapun mereka “melanggar” peraturan lalu lintas, maka mereka belum tentu akan terkena tilang atau denda.
Nah, kali ini saya ingin melihatnya dari sudut kalayakan tilang dilakukan di suatu ruas jalan oleh pihak kepolisian.
Pelanggaran lalu lintas sesungguhnya bukan hanya terjadi pada ruas jalan di mana polisi akan mencegat dan melakukan pemeriksaan kendaraan.
Dan pelanggaran bukan hanya soal kelengkapan surat dan kendaraan, namun juga soal kelengkapan jalan.
Jika kita bicara soal kelengkapan jalan, maka harus diakui bahwa mayoritas jalan nasional, provinsi, kabupaten dan kota, belum memiliki sertifikat layak fungsi.
Karena tidak memiliki sertifikat layak fungsi, maka tentu saja pengendara seolah tidak ada penuntun dan pengarah agar mereka bisa terlihat tertib berlalu lintas.
Ada banyak jalan yang tidak memiliki marka, tidak ada bahu jalan, tidak ada lampu penerangan, tidak ada rambu batasan kecepatan dan rambu lainnya.
Sehingga, ketertiban berlalu lintas menjadi sangat bergantung pada pengetahuan, pemahaman dan kepatuhan pengendara itu. Dan ini adalah bagian yang paling sulit untuk terwujud jika mengandalkan “kesadaran” pengendara.
Jadi kelengkapan jalan adalah hal yang seharusnya terpenuhi, ketika ada pengendara yang tidak mematuhi rambu-rambu di jalan, maka di situlah pihak pengendara boleh ditilang.
Kalau kita lihat persyaratan kelayakan fungsi jalan maka ada banyak sekali jalan yang tidak layak fungsi.
Kita berharap ada penegakkan aturan berlalu lintas yang sejalan dengan kelengkapan jalan. Sehingga tolok ukur ketidaktertiban bukan hanya di kertas dan diskresi. Tetapi memang segala bentuk aturan tersebut terpampang di ruas jalan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.