JAKARTA, KOMPAS.com - Ramai-ramai kepala desa (kades) di berbagai daerah mundur dari jabatannya lantaran hendak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg) Pemilu 2024.
Di Kabupaten Buleleng, Bali, misalnya, hingga Kamis (11/5/2023), tercatat empat kades telah menyampaikan surat pengunduran diri atas alasan tersebut.
Di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, hingga Jumat (5/5/2033), lima kepala desa juga menyatakan mundur karena hendak jadi caleg. Lalu, di Kabupaten Blora dan Purworejo, Jawa Tengah, sejumlah kades mundur juga atas alasan yang sama.
Baca juga: Sederet Menteri Jokowi Bersiap Daftar Caleg DPR RI Pemilu 2024, Siapa Saja?
Memang, kepala desa yang hendak maju sebagai caleg wajib mundur dari jabatannya. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
“Mengundurkan diri sebagai kepala desa, perangkat desa, atau anggota badan permusyawaratan desa yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali,” demikian bunyi Pasal 11 Ayat (2) huruf b PKPU Nomor 10 Tahun 2023.
Aturan kades mundur ini merujuk pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal 29 huruf i UU tersebut melarang kepala desa rangkap jabatan sebagai anggota legislatif.
Baca juga: Deretan Artis yang Jadi Caleg DPR RI Partai Nasdem: Dari Penyanyi hingga Pemain Sinetron
Tak hanya kepala desa, sejumlah jabatan lain juga harus mundur dari jabatannya jika mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Menurut Pasal 240 Ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mereka yang wajib mundur dari jabatan jika maju caleg yakni:
Baca juga: PDI-P Daftarkan Puan Maharani sebagai Bakal Caleg 2024
Lantas, bagaimana dengan menteri? Haruskah menteri yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif juga mundur dari jabatannya?
Tak ada aturan yang melarang menteri jadi caleg atau mengharuskan menteri mundur jika menjadi calon anggota legislatif.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 57/PUU-XI/2013 menegaskan bahwa menteri tak harus mundur untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPD, atau DPRD.
Putusan ini diketok oleh Ketua MK kala itu, Hamdan Zoelva, yang memimpin sidang pembacaan uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Menurut Mahkamah, jabatan menteri adalah jabatan politik yang eksistensinya sangat bergantung pada Presiden. Sepanjang Presiden memerlukan menteri, yang bersangkutan dapat dipertahankan, atau sebaliknya.
Baca juga: Dua Menteri Nasdem Daftar Jadi Caleg, Syahrul Yasin Limpo dan Johnny G Plate
Jabatan menteri berbeda dengan jabatan lain seperti bupati yang dipilih secara demokratis sehingga eksistensinya bergantung pada yang bersangkutan. Berbeda pula dengan pejabat BUMN yang terikat pada aturan disiplin di lingkungan BUMN dan pemegang saham.
Memang, menurut Mahkamah, menteri yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif berpotensi menyalahgunakan kekuasaan dan memanfaatkan fasilitas pemerintah untuk kepentingan pencalonannya.
Namun, Mahkamah menilai, hal itu dapat ditekan karena ada mekanisme kontrol dari Presiden, DPR, maupun oleh masyarakat.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.