JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan Omnibus Law mendapat penolakan dari sejumlah organisasi profesi kesehatan.
Penolakan ini dilampiaskan oleh mereka dengan menggelar aksi demonstrasi di Jakarta, Senin (8/5/2023).
Penolakan ini berangkat dari keprihatinan mereka atas pembahasan RUU Kesehatan yang dinilai terlalu terburu-buru.
Selain itu, terdapat sejumlah poin usulan Kementerian Kesehatan dalam RUU Kesehatan yang menuai perdebatan.
Salah satunya terkait dengan usulan perubahan pemberlakuan Surat Tanda Registrasi (STR) tenaga kesehatan, dari yang semula lima tahun menjadi seumur hidup.
Baca juga: Demo Tolak RUU Kesehatan dan Potensi Melemahnya Perlindungan Nakes
Dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Pasal 245 Ayat 1 disebutkan bahwa setiap tenaga medis dan tenaga kesehatan yang akan menjalankan praktik wajib memilii STR.
Dikutip dari Kompas.id, STR merupakan keterangan tertulis dari pemerintah bagi tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi, sehingga mereka dapat melakukan aktivitas pelayanan kesehatan.
Dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Pasal 245 Ayat 5 disebutkan bahwa STR sebagaimana dimaksud Ayat 1 berlaku selama lima tahun dan diregistrasi ulang setiap lima tahun.
Sementara, berdasarkan rumusan setelah perubahan, bunyi pasal tersebut berubah dari semula lima tahun menjadi seumur hidup.
Baca juga: Soal RUU Kesehatan, DPR: Tidak Ada Liberalisasi Kesehatan dan Kriminalisasi Paramedis
Lebih dari itu, dalam keterangan DIM Pasal 245 Ayat 5 RUU Kesehatan menjelaskan alasan Kementerian Kesehatan mengusulkan perubahan tersebut.
Alasan perubahan pemberlakuan STR menjadi seumur tak lain karena STR dianggap lebih bersifat pada proses administrasi pencatatan tenaga kesehatan.
"Sehingga cukup dilakukan sekali seumur hidup. Sedangkan proses resertifikasi yang semula ada pada STR akan dilekatkan pada proses perpanjangan SIP (Surat Izin Praktik)," demikian bunyi keterangan DIM Pasal 245 Ayat 5 RUU Kesehatan, dikutip Kompas.com, Selasa (9/5/2023).
Associate Proffesor in Medical Education Titi Savitri Prihatingsih menyebut pemerintah tidak melihat adanya aspek kredensial atau pemberian mandat kepada dokter sebagai profesi.
Hal ini seiring usulan perubahan pemberlakuan STR menjadi seumur hidup dan menganggapnya sebagai proses administrasi belaka.
Kredensial merupakan proses untuk memastikan kapasitas atau kompetensi seorang dokter melalui verifikasi kelayakan dan kualifikasi dalam menjalankan praktik.
Baca juga: IDI Malang Tolak RUU Kesehatan demi Melindungi Masyarakat
Dalam memastikan kapasitas seorang dokter, salah satunya memerlukan rekomendasi dari rekan seprofesi atau organisasi profesi dokter.
"Untuk memperoleh kewenangan atau lisensi berpraktik, calon dokter perlu mendaftarkan sertifikasinya mulai dari ijazah pendidikan dan kompetensi yang dimiliki," kata Titi dalam diskusi mengenai RUU Kesehatan yang diadakan Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Bangsa (FDPKKB) dan Forum Komunikasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) secara daring, Minggu (2/4/2023), dikutip dari Kompas.id.
"Itulah yang disebut credentialing. Jadi, STR atau proses pendaftaran itu bukan sekadar pencatatan administrasi, melainkan untuk memastikan kapasitas seorang dokter," sambung Titi.
Sementara, Kemenkes menjamin kompetensi dokter tetap terjaga meskipun pemerintah akan menyederhanakan sistem STR dalam RUU Kesehatan.
Kemenkes mengeklaim bahwa rencana ini bertujuan guna menjawab masalah berbelitnya dokter mendapat izin praktik sehingga jumlah dokter spesialis di Indonesia mandek.
"Banyak isu bahwa dengan STR dihilangkan maka kompetensi tidak terjaga, padahal enggak," kata Dirjen Tenaga Kesehatan Arianti Anaya dalam public hearing RUU Kesehatan di Jakarta, Kamis (30/3/2023).
(Penulis: Fika Nurul Ulya | Editor: Novianti Setuningsih)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.