Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/04/2023, 12:11 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Manipulasi informasi dan propaganda kebencian diprediksi akan berpotensi terjadi pada pergelaran Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Associate Professor at Public Policy & Management Program Monash University Indonesia Ika Idris mengatakan, manipulasi yang sering terjadi biasanya manipulasi yang dilakukan aktor politik demi mengerek popularitas.

"Contohnya reputasinya enggak terlalu populer amat, terus mau populer, akhirnya bikinlah disinformasi untuk mengangkat popularitas," ujar Ika dalam Webinar bertajuk "Mengenali Model dan Bentuk Gangguan Informasi dalam Pemilu" yang diselanggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Selasa (11/4/2023).

Ika juga mewanti-wanti terkait potensi propaganda kebencian menjelang pemilu.

Baca juga: Hentikan Polarisasi, Pengalaman Buruk di Pemilu Lalu Jangan Terulang

Propaganda kebencian itu dapat berujung terciptanya polarisasi terhadap masyarakat.

"Yang paling bahaya divide, kalau kita terbelah, kita sadar sebenarnya kita terbelah," kata Ika.

Kemudian, lanjut Ika, manipulasi informasi juga dapat memengaruhi sikap masyarakat terhadap pemilu.

"Kita tidak bisa menilai informasi, kita bingung terus akhirnya enggak memilih atau tidak berpartisipasi," ucap Ika.

Baca juga: Kemenko Polhukam: Belum Ada Aturan untuk Politik Identitas, Ini Bahaya Bagi Persatuan Bangsa

Hal sama juga disampaikan Jurnalis Kompas.com sekaligus Trainer Tersertifikasi AJI-Google News Initiative (GNI), Inggried Dwi Wedhaswary.

Menurut Inggried, manipulasi informasi dapat memengaruhi pilihan sikap masyarakat agar tidak menggunakan hak suaranya dalam pemilu.

Selain itu, manipulasi informasi seringkali juga dalam bentuk propaganda dan ujaran kebencian terhadap identitas.

"Isu PKI yang sering didaur ulang, paling sering dimanfaatkan pada momen-momen politik. Ini nanti juga harus jadi perhatian," kata Inggried.

Inggried menyebutkan, aktor-aktor yang berpotensi menyebar manipulasi informasi antara lain partai politik, kelompok yang ingin menebar kebencian, pemerintah asing, pemerintah domestik, aktor komersial, dan media non-independen.

Bahkan, kata Inggried, terkadang motif manipulasi informasi tidak hanya murni politik, tetapi juga bisnis.

"Momennya politik, motifnya tidak murni politik. Ada orang-orang yang memanfaatkan momen itu untuk meraup kepentingan secara bisnis," ujar dia.

Baca juga: Kontroversi soal Politik Identitas dan Masjid Berlanjut, Partai Ummat Ingin Temui Bawaslu

Oleh karena itu, perlu antisipasi sejak awal menjelang gelaran Pemilu 2024. Pemantauan bisa dilakukan empat hingga lima bulan menjelang pesta demokrasi lima tahunan itu.

"Melihat potensi ini, penting untuk melakukan antisipasi," kata Inggried.

"Konteks Pemilu 2024, pemantauan kita lakukan lebih panjang karena gangguan informasi seputar politik sudah banyak mulai menyebar," ucap Inggried.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Survei Litbang 'Kompas': Elektabilitas Prabowo-Gibran 39,3 Persen, Anies-Muhaimin 16,7 Persen, Ganjar-Mahfud 15,3 Persen

Survei Litbang "Kompas": Elektabilitas Prabowo-Gibran 39,3 Persen, Anies-Muhaimin 16,7 Persen, Ganjar-Mahfud 15,3 Persen

Nasional
[GELITIK NASIONAL] Gaduh Debat Capres-Cawapres: Perubahan Format dan Polemik Saling Sanggah

[GELITIK NASIONAL] Gaduh Debat Capres-Cawapres: Perubahan Format dan Polemik Saling Sanggah

Nasional
Membaca Dua Survei Elektabilitas Capres-Cawapres: Prabowo-Gibran Unggul

Membaca Dua Survei Elektabilitas Capres-Cawapres: Prabowo-Gibran Unggul

Nasional
[POPULER NASIONAL] Hasto Sebut Prabowo Tak Bisa Blusukan Sebab Bukan PDI-P | Ancaman Resesi Demokrasi

[POPULER NASIONAL] Hasto Sebut Prabowo Tak Bisa Blusukan Sebab Bukan PDI-P | Ancaman Resesi Demokrasi

Nasional
Gibran Klaim Dapat Arahan dari Said Aqil Siradj

Gibran Klaim Dapat Arahan dari Said Aqil Siradj

Nasional
Said Aqil Siradj Doakan Gibran Diberi Kekuatan untuk Capai Tujuannya

Said Aqil Siradj Doakan Gibran Diberi Kekuatan untuk Capai Tujuannya

Nasional
Sekjen PDI-P: Seorang Pemimpin Tak Boleh Bersikap Otoriter

Sekjen PDI-P: Seorang Pemimpin Tak Boleh Bersikap Otoriter

Nasional
Jokowi dan Ma'ruf Amin Tak Hadiri Peringatan Hari HAM Sedunia di Lapangan Banteng

Jokowi dan Ma'ruf Amin Tak Hadiri Peringatan Hari HAM Sedunia di Lapangan Banteng

Nasional
Gibran Akui Materi Debat Perdana Capres-Cawapres Tak Berat

Gibran Akui Materi Debat Perdana Capres-Cawapres Tak Berat

Nasional
KPK Sesalkan Terpidana Korupsi Eks Wali Kota Batu Dikebumikan di Taman Makam Pahlawan

KPK Sesalkan Terpidana Korupsi Eks Wali Kota Batu Dikebumikan di Taman Makam Pahlawan

Nasional
Anis Matta: Tugas Partai Gelora Kembalikan Basis Dukungan Prabowo pada 2014 dan 2019

Anis Matta: Tugas Partai Gelora Kembalikan Basis Dukungan Prabowo pada 2014 dan 2019

Nasional
Gibran Sebut Program Makan Siang dan Susu Gratis Bukan Retorika Belaka

Gibran Sebut Program Makan Siang dan Susu Gratis Bukan Retorika Belaka

Nasional
Prabowo Akui Pakai Nama Jokowi untuk “Jualan”

Prabowo Akui Pakai Nama Jokowi untuk “Jualan”

Nasional
Gibran Sambangi Ponpes Said Aqil Siradj di Jagakarsa

Gibran Sambangi Ponpes Said Aqil Siradj di Jagakarsa

Nasional
Bela Prabowo, Gibran: Apa yang Salah dengan Joget?

Bela Prabowo, Gibran: Apa yang Salah dengan Joget?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com