Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/04/2023, 16:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M Jasin mengungkap praktik suap di Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok Jakarta yang terjadi 2008 silam.

Dia mengatakan, perputaran uang ilegal dalam praktik tersebut nilainya sangat besar, hampir menyentuh Rp 50 miliar per bulan.

Ini disampaikan Jasin saat menyinggung pembenahan di internal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyusul kabar dugaan transaksi janggal senilai Rp 349 triliun di instansi yang dipimpin oleh Sri Mulyani tersebut.

“Kalau menurut informasi yang dikaji oleh tim kami, bahwa suap itu ada di situ setiap bulannya diperkirakan Rp 47 miliar. Itu yang hanya amplop-amplop,” kata Jasin dalam program Satu Meja The Forum Kompas TV, dikutip Sabtu (1/4/2023).

Baca juga: Dari Rumah Rafael, KPK Amankan Puluhan Tas Mewah Merek Luar Negeri

Jasin bercerita, praktik suap tersebut bermula ketika KPK melakukan kajian sejumlah sistem di pajak dan bea cukai. Dari kajian itu ditemukan indikasi korupsi yang sangat kuat di Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok.

Salah satunya ditemukan fakta bahwa oknum yang diduga terlibat praktik tersebut sengaja menghindari penggunaan smartphone untuk mengantisipasi penyadapan.

Suatu hari, Mei 2008, KPK melakukan inspeksi mendadak (sidak) di instansi tersebut. Laci-laci meja para pegawai digeledah.

Hasilnya, ditemukan amplop-amplop berisi uang dari para importir yang dikirim melalui pihak ekspedisi. Dari sidak yang hanya berlangsung 3 jam itu, didapati uang senilai Rp 500 juta.

Baca juga: Soal Penahanan Rafael Alun, KPK: Ini Soal Waktu Saja

Jika dikalkulasi, peredaran dana ilegal di instansi tersebut jumlahnya hampir menyentuh Rp 50 miliar per bulan.

“Itu hanya di (Kantor Bea dan Cukai) Tanjung Priok, tidak skala nasional,” ujar Jasin.

Dari sidak tersebut, KPK menciduk sejumlah oknum yang diduga terlibat praktik suap. Kasus itu pun berujung ke pengadilan.

Jasin mengatakan, kejadian tersebut seharusnya menjadi momentum bersih-bersih Kemenkeu. Namun, sebaliknya, setelah 15 tahun berlalu, praktik serupa kini justru terulang kembali, malah dengan nominal yang jauh lebih besar.

“Itu seperti katakanlah memadamkan kebakaran sesaat, kumat lagi sekarang. Kumatnya lebih dahsyat lagi kalau sampai ratusan triliun itu, kemudian itu mengalir ke mana-mana, TPPU,” kata Jasin.

Baca juga: KPK Cek LHKPN Pejabat Dishub DKI Massdes Arouffy Buntut Istri yang Pamer Harta

Pimpinan KPK periode 2007-2011 itu mengaku tak heran dengan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal dugaan transaksi janggal senilai Rp 349 triliun di Kemenkeu.

Concern kita menunggu Bu Menteri ini melakukan pembenahan, ternyata juga tidak, malah lebih canggih lagi,” tuturnya.

Sebagaimana diketahui, belakangan gaduh temuan PPATK soal dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan.

Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Mahfud MD mengungkap bahwa dugaan transaksi janggal itu merupakan data agregat dugaan TPPU periode 2009-2023.

Data yang bersumber dari 300 laporan hasil analisis (LHA) tersebut terbagi menjadi 3 kelompok. Pertama, transaksi mencurigakan yang langsung melibatkan pegawai Kemenkeu senilai Rp 35 triliun.

Dalam hal ini, data Mahfud berbeda dengan yang sebelumnya diungkap oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.

"Transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kemenkeu, kemarin Ibu Sri Mulyani di Komisi XI (DPR RI) menyebut hanya 3 triliun, yang benar 35 triliun," katanya dalam rapat bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

Kelompok kedua, transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lainnya. Menurut Mahfud, transaksi ini berkisar Rp 53 triliun.

Baca juga: Soal Dugaan Pencucian Uang Impor Emas Rp 189 Triliun di Bea Cukai, PPATK Sebut Ada Perubahan Pola

Klaster ketiga, transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik Tindak Pidana Asal (TPA) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai Kemenkeu. Jumlahnya sekitar Rp 260 triliun.

"Sehingga jumlahnya Rp 349 triliun, fix," ujar Mahfud.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) itu mengatakan, total ada 491 aparatur sipil negara (ASN) Kemenkeu yang terlibat transaksi-transaksi janggal tersebut.

Selain itu, ada 13 ASN kementerian/lembaga lain dan 570 non-ASN yang terlibat digaan transaksi janggal ini, sehingga totalnya mencapai 1.074 orang terlibat.

Sebelumnya, menanggapi kegaduhan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa tidak semua laporan dugaan transaksi janggal itu berkaitan dengan pegawai Kemenkeu.

Baca juga: Jawab DPR soal PPATK Laporkan Transaksi Janggal Kemenkeu, Mahfud: Saya Ketua Komite TPPU

Dari laporan PPATK yang berisi kompilasi 300 surat dugaan transaksi janggal, cuma 135 surat yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pegawai Kemenkeu. Nilainya "hanya" sekitar Rp 3 triliun.

"Bahkan 22 triliun ini, 18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang nggak ada hubungan dengan Kementerian Keuangan," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).

"Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan itu 3,3 triliun. Ini 2009 hingga 2023, 15 tahun seluruh transaksi debit-kredit dari seluruh pegawai yang diinkuiri tadi, termasuk penghasilan resmi transaksi dengan keluarga, transaksi jual beli aset, jual beli rumah, itu 3,3 triliun," tuturnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

PPP Ingin Pemilu 2024 Tetap Digelar dengan Sistem Proporsional Terbuka

PPP Ingin Pemilu 2024 Tetap Digelar dengan Sistem Proporsional Terbuka

Nasional
Jokowi Sebut Sikap Cawe-cawe demi Bangsa dan Negara

Jokowi Sebut Sikap Cawe-cawe demi Bangsa dan Negara

Nasional
Survei LSI Denny JA: Prabowo Diyakini Lebih Mampu Tumbuhkan Ekonomi Ketimbang Ganjar

Survei LSI Denny JA: Prabowo Diyakini Lebih Mampu Tumbuhkan Ekonomi Ketimbang Ganjar

Nasional
PPP Akan Usulkan Dua Nama Cawapres untuk Dampingi Ganjar Pranowo

PPP Akan Usulkan Dua Nama Cawapres untuk Dampingi Ganjar Pranowo

Nasional
Dukung Mahfud MD Basmi Korupsi

Dukung Mahfud MD Basmi Korupsi

Nasional
Bantah Terlibat Kasus Dugaan Suap MA, Windy Idol: Jangan Dzalim Sama Saya

Bantah Terlibat Kasus Dugaan Suap MA, Windy Idol: Jangan Dzalim Sama Saya

Nasional
Survei LSI Denny JA: Elektabilitas Prabowo Kuasai 3 Provinsi, Ganjar 2 Provinsi

Survei LSI Denny JA: Elektabilitas Prabowo Kuasai 3 Provinsi, Ganjar 2 Provinsi

Nasional
Soal Keppres Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK, KSP: Kita Tunggu

Soal Keppres Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK, KSP: Kita Tunggu

Nasional
Enggan Tanggapi Denny Indrayana, KPU Tunggu Putusan Resmi MK soal Sistem Pemilu

Enggan Tanggapi Denny Indrayana, KPU Tunggu Putusan Resmi MK soal Sistem Pemilu

Nasional
Putusan MK soal Sistem Pemilu Diduga Bocor, Pemerintah Enggan Berandai-andai Putusan Resminya

Putusan MK soal Sistem Pemilu Diduga Bocor, Pemerintah Enggan Berandai-andai Putusan Resminya

Nasional
Kapolri Buka Kemungkinan Selidiki Isu Dugaan Kebocoran Putusan MK

Kapolri Buka Kemungkinan Selidiki Isu Dugaan Kebocoran Putusan MK

Nasional
Survei Populi Center: Elektabilitas PDI-P Moncer, Ungguli Gerindra dan Golkar

Survei Populi Center: Elektabilitas PDI-P Moncer, Ungguli Gerindra dan Golkar

Nasional
Sesalkan Pernyataan Denny Indrayana, Sekjen PDI-P: Ciptakan Spekulasi Politik Bahkan Menuduh

Sesalkan Pernyataan Denny Indrayana, Sekjen PDI-P: Ciptakan Spekulasi Politik Bahkan Menuduh

Nasional
PDI-P dan PPP Sepakat Kerja Sama Menangkan Ganjar dan Pileg 2024

PDI-P dan PPP Sepakat Kerja Sama Menangkan Ganjar dan Pileg 2024

Nasional
Mahfud Sebut Dugaan Kebocoran Putusan MK Penuhi Syarat untuk Direspons Polisi

Mahfud Sebut Dugaan Kebocoran Putusan MK Penuhi Syarat untuk Direspons Polisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com