Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/04/2023, 15:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M Jasin tak heran dengan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun yang terindikasi sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Pasalnya, kata Jasin, di kementerian yang sama, KPK pernah mendapati praktik korupsi yang nominalnya juga terbilang fantastis.

“Kita kaget, tapi tidak mengherankan ada semacam kasus TPPU ini,” kata Jasin dalam program Satu Meja The Forum Kompas TV, dikutip Sabtu (1/4/2023).

Baca juga: Modus Cuci Uang Oknum Kemenkeu: Punya 5-8 Perusahaan Cangkang, Pakai Nama Sopir hingga Tukang Kebun

Jasin bercerita, tahun 2008 lalu KPK menemukan indikasi praktik korupsi Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta.

Berbagai kajian dilakukan, salah satunya ditemukan fakta bahwa oknum yang diduga terlibat praktik tersebut sengaja menghindari penggunaan smartphone untuk mengantisipasi penyadapan.

Suatu hari, Mei 2008, KPK melakukan inspeksi mendadak (sidak) di instansi tersebut. Laci-laci meja para pegawai digeledah.

Hasilnya, ditemukan amplop-amplop berisi uang dari para importir melalui pihak ekspedisi. Dari sidak yang berlangsung hanya 3 jam itu, didapati uang senilai Rp 500 juta.

Baca juga: Momen Mahfud Sebut Nama Heru Pambudi Saat Ungkap Dugaan TPPU Rp 189 Triliun di Kemenkeu

Jika dikalkulasi, peredaran dana ilegal di instansi tersebut jumlahnya hampir menyentuh Rp 50 miliar per bulan.

“Jadi kalau menurut informasi yang dikaji oleh tim kami, bahwa suap itu ada di situ setiap bulannya diperkirakan Rp 47 miliar itu yang hanya amplop-amplop. Itu hanya di (Kantor Bea dan Cukai) Tanjung Priok, tidak skala nasional,” ujar Jasin.

Dari sidak tersebut, KPK menciduk sejumlah oknum yang diduga terlibat praktik suap. Kasus itu pun berujung ke pengadilan.

Baca juga: Poin-poin Penting Penjelasan Mahfud MD soal Dugaan Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu

Jasin mengatakan, kejadian tersebut seharusnya menjadi momentum bersih-bersih Kemenkeu. Namun, sebaliknya, 15 tahun berlalu, praktik serupa kini justru terulang kembali, malah dengan nominal yang jauh lebih besar.

“Itu seperti katakanlah memadamkan kebakaran sesaat, kumat lagi sekarang. Kumatnya lebih dahsyat lagi kalau sampai ratusan triliun itu, kemudian itu mengalir ke mana-mana, TPPU,” kata Jasin.

Concern kita menunggu Bu Menteri ini melakukan pembenahan, ternyata juga tidak, malah lebih canggih lagi,” tutur pimpinan KPK periode 2007-2011 itu.

Sebagaimana diketahui, belakangan gaduh temuan PPATK soal dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan.

Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Mahfud MD mengungkap bahwa dugaan transaksi janggal itu merupakan data agregat dugaan TPPU periode 2009-2023.

Data yang bersumber dari 300 laporan hasil analisis (LHA) tersebut terbagi menjadi 3 kelompok. Pertama, transaksi mencurigakan yang langsung melibatkan pegawai Kemenkeu senilai Rp 35 triliun.

Baca juga: Anggota DPR Usul Hak Angket untuk Transaksi Rp 349 T di Kemenkeu

Dalam hal ini, data Mahfud berbeda dengan yang sebelumnya diungkap oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.

"Transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kemenkeu, kemarin Ibu Sri Mulyani di Komisi XI (DPR RI) menyebut hanya 3 triliun, yang benar 35 triliun," katanya dalam rapat bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

Kelompok kedua, transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lainnya. Menurut Mahfud, transaksi ini berkisar Rp 53 triliun.

Klaster ketiga, transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik Tindak Pidana Asal (TPA) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai Kemenkeu. Jumlahnya sekitar Rp 260 triliun.

"Sehingga jumlahnya Rp 349 triliun, fix," ujar Mahfud.

Baca juga: 8 Jam Mahfud Rapat dengan Komisi III, Beberkan Asal-usul Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) itu mengatakan, total ada 491 aparatur sipil negara (ASN) Kemenkeu yang terlibat transaksi-transaksi janggal tersebut.

Selain itu, ada 13 ASN kementerian/lembaga lain dan 570 non-ASN yang terlibat digaan transaksi janggal ini, sehingga totalnya mencapai 1.074 orang terlibat.

Sebelumnya, menanggapi kegaduhan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa tidak semua laporan dugaan transaksi janggal itu berkaitan dengan pegawai Kemenkeu.

Baca juga: Soal Perbedaan Data Transaksi Janggal, Jokowi: Ditanyakan ke Menkeu dan Mahfud

Dari laporan PPATK yang berisi kompilasi 300 surat dugaan transaksi janggal, cuma 135 surat yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pegawai Kemenkeu. Nilainya "hanya" sekitar Rp 3 triliun.

"Bahkan 22 triliun ini, 18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang nggak ada hubungan dengan Kementerian Keuangan," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).

"Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan itu 3,3 triliun. Ini 2009 hingga 2023, 15 tahun seluruh transaksi debit-kredit dari seluruh pegawai yang diinkuiri tadi, termasuk penghasilan resmi transaksi dengan keluarga, transaksi jual beli aset, jual beli rumah, itu 3,3 triliun," tuturnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com