MEMBACA kasus pembunuhan terhadap perempuan mengingatkan kita pada peristiwa yang cukup menghebohkan pada 1986.
Ditje Budiarsih, seorang model kondang asal Bandung, ditemukan telah membeku dalam mobilnya dengan luka tembakan senjata api bersarang di tubuhnya. Hampir sama dengan kasus buruh Marsinah yang tidak terungkap siapa aktor di balik pembunuhan.
Pembunuhan dengan mutilasi adalah tindakan kekerasan sangat kejam dan brutal yang melibatkan penghancuran fisik terhadap korban, seperti memotong, membakar, atau merobek tubuh.
Meskipun tidak ada alasan tunggal yang dapat menjelaskan mengapa seseorang memilih untuk melakukan mutilasi, ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi pilihan pelaku.
Beberapa alasan mungkin termasuk gangguan mental atau psikologis, seperti gangguan kepribadian, psikosis, atau kecanduan narkoba.
Pelaku melakukan tindakan tersebut karena motivasi seksual atau kekerasan terhadap korban atau motif ekonomi.
Selain itu, pelaku bermaksud menyembunyikan bukti atau identitas korban, mengalihkan perhatian penyelidikan, atau menunjukkan kekuasaan dan kontrol atas korban.
Mutilasi dapat menjadi salah satu tanda atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki gangguan psikopat, kondisi gangguan kepribadian yang ditandai dengan kurangnya empati, rasa bersalah, dan kemampuan untuk merasakan perasaan orang lain secara memadai.
Psikopat seringkali memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan atau tindakan kejahatan.
Meskipun tidak semua orang yang melakukan mutilasi adalah psikopat, namun ada kemungkinan bahwa beberapa orang yang melakukan tindakan ini memiliki gangguan kepribadian yang serupa dengan psikopat.
Namun, penting untuk dicatat bahwa setiap kasus unik dan kompleks, dan alasan pelaku memilih mutilasi mungkin sulit dipahami atau dijelaskan.
Karena itu, diperlukan penyelidikan yang cermat dan komprehensif untuk memahami motif dan perilaku pelaku dalam setiap kasus mutilasi.
Karena pada dasarnya manusia pasti memiliki rasa empati, kasih sayang, disertai rasa takut terhadap kelakuan salah. Ketika seseorang memutuskan untuk membunuh lalu melakukan mutilasi, dapat dipastikan ada yang salah dalam jiwanya.
Beberapa faktor kejiwaan yang dapat menjadi pemicu pembunuhan terhadap perempuan adalah sebagai berikut:
Gangguan kejiwaan. Beberapa gangguan kejiwaan, seperti gangguan bipolar, depresi, atau skizofrenia dapat memengaruhi perilaku seseorang dan membuatnya cenderung melakukan tindakan tidak rasional, termasuk pembunuhan.
Nafsu seksual berlebihan. Nafsu seksual yang berlebihan dan tidak terkendali dapat menjadi pemicu untuk melakukan tindakan kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan dan pembunuhan.
Gangguan kepribadian. Beberapa jenis gangguan kepribadian seperti psikopati dan narcissistic personality disorder dapat membuat seseorang tidak memiliki empati dan memandang perempuan sebagai objek yang bisa dimanipulasi atau dikendalikan.
Pengalaman trauma. Seperti kekerasan dalam rumah tangga atau pelecehan seksual, dapat memengaruhi perilaku seseorang dan memicu tindakan kekerasan terhadap perempuan.
Penggunaan narkoba dan alkohol dapat memengaruhi perilaku dan mengurangi kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri. Hal ini dapat menyebabkan seseorang cenderung melakukan tindakan kekerasan, termasuk pembunuhan terhadap perempuan.
Faktor lainnya lingkungan. Pelaku mungkin tumbuh atau hidup dalam lingkungan yang kekerasan atau agresif. Hal ini dapat memengaruhi cara pelaku memproses emosi dan mengatasi situasi konflik.
Lingkungan ini juga dapat berasal dari media dunia maya yang sering menampilkan aksi kekerasan dalam berbagai bentuk.
Secara khusus saya melihat ada masalah interpersonal. Beberapa orang mungkin melakukan kekerasan terhadap perempuan karena masalah interpersonal, seperti masalah dalam hubungan atau masalah dengan otoritas dengan korban dan pelaku menghabisi korban untuk mendapatkan apa yang dia inginkan didukung oleh faktor situasional: merasa tidak ada pilihan lain untuk mencapai tujuannya.
Sayangnya, perempuan sering menjadi korban mutilasi karena faktor diskriminasi gender yang meluas di banyak masyarakat di seluruh dunia.
Diskriminasi gender dapat menyebabkan perempuan menjadi lebih rentan terhadap kekerasan dan tindakan kekerasan yang lebih brutal, termasuk mutilasi.
Selain itu, perempuan juga menjadi target pelaku karena sering kali dianggap sebagai korban yang mudah dan lemah, serta kurangnya akses ke perlindungan dan keadilan di sistem hukum yang patriarkis.
Korban perempuan pada awalnya mudah percaya pada laki-laki meskipun baru kenal, bahkan melalui media sosial, bersedai untuk bertemu dan diajak pergi.
Kondisi perempuan seperti ini menyebabkan perempuan sebagai korban yang mudah terpedaya dan mudah percaya, pada akhirnya menjadi korban sia-sia.
Narasi keadilan untuk perempuan adalah upaya untuk mendorong sistem keadilan dan masyarakat secara keseluruhan agar lebih memperhatikan hak-hak perempuan dan memberikan perlindungan lebih baik bagi perempuan dalam situasi yang rentan, seperti dalam kasus kekerasan atau diskriminasi.
Narasi keadilan untuk perempuan juga menekankan pentingnya mengakui dan mengatasi kesenjangan gender yang ada di masyarakat dan sistem keadilan, mencakup mengatasi diskriminasi terhadap perempuan dalam berbagai bidang, seperti dalam akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan, serta memperkuat hukum dan kebijakan yang melindungi hak-hak perempuan.
Selain itu, narasi keadilan untuk perempuan juga mengadvokasi hak-hak perempuan dalam sistem keadilan pidana, seperti hak untuk mendapat akses ke peradilan, perlindungan terhadap kekerasan, dan penanganan kasus kekerasan seksual dengan tepat dan adil.
Dalam mengembangkan narasi keadilan untuk perempuan, penting untuk melibatkan perempuan dan kelompok marginalisasi lainnya, serta memperhitungkan perspektif dan kepentingan mereka dalam proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan.
Dalam proses dan penegakan hukum, harus ada jaminan keadilan gender dalam sistem hukum di mana Perempuan harus memiliki akses yang sama dengan laki-laki dalam proses pengadilan dan mendapatkan perlindungan sama dari sistem hukum.
Hal ini termasuk keadilan bagi korban. Sayangnya, seringkali proses penegakan hukum tidak memberikan keadilan bagi korban kekerasan, termasuk korban kekerasan terhadap perempuan.
Beberapa alasan adalah karena diskriminasi gender, ketidakmampuan aparat penegak hukum untuk mengumpulkan bukti yang cukup atau menangani kasus dengan tepat, aparat kurang memiliki sense of victim, atau kelemahan dalam sistem peradilan termasuk dalam putusan hakim yang terkesan kaku pada elemen daad-dader sehingga aspek korban terabaikan.
Mindset beda gender dalam proses penegakan hukum, menimbulkan sikap yang bias terhadap korban perempuan, hingga putusan hakim yang tidak adil dalam kasus yang melibatkan perempuan.
Kelemahan dalam sistem peradilan juga dapat menyebabkan ketidakadilan bagi korban perempuan.
Narasi keadilan bagi perempuan harus diperjuangkan, bukan saja dalam bentuk regulasi yang memberikan jaminan keadilan, namun meningkatkan kemampuan aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana, polisi, jaksa dan hakim agar mindset berubah menjadi perbuatan-pelaku dan korban. Bahwa korban adalah bagian dari sistem peradilan yang berkeadilan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.