Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/03/2023, 20:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sekaligus Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut Menteri Keuangan Sri Mulyani tak memiliki akses terhadap laporan hasil analisis (LHA) transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun.

Padahal, diketahui, laporan tersebut diduga melibatkan sejumlah pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Apa kesimpulan saya, Bu Sri Mulyani tidak punya akses terhadap laporan-laporan ini," kata Mahfud dalam rapat Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023).

Dari situ, Mahfud membela Sri Mulyani dalam polemik transaksi mencurigakan ini.

Baca juga: Mahfud Duga Sri Mulyani Dikelabui Bawahan, Cuci Uang Impor Emas di Cukai Tak Tersentuh

Karena tak miliki akses, maka menurut Mahfud, yang disampaikan Sri Mulyani ke Komisi XI DPR beberapa waktu lalu jauh dari fakta.

"Karena bukan dia nipu, dia (Sri Mulyani) diberi data itu, data pajak, data bea cukai, tadi penyelundupan emas itu," imbuh Mahfud.

Ia menduga data yang diberikan kepada Sri Mulyani berasal dari data pihak pajak dan bea cukai.

Dirinya juga menduga, ada upaya menutupi agar Sri Mulyani tak mengetahui data tersebut.

"Saya ingin menjelaskan fakta bahwa ada kekeliruan pemahaman dan penjelasan Bu Sri Mulyani karena ditutupnya akses dari bawah," kata Mahfud.

Lebih lanjut, Mahfud mengaku iba dengan Sri Mulyani. Sebab, Sri Mulyani dianggap sosok yang baik dan berhasil menyelesaikan berbagai kasus besar.

"Saya kagum dengan dia setiap menyelesaikan masalah selalu menuntaskan dengan ringkas. Tapi yang di bawah dia, itu tidak baik," tutup Mahfud.

Baca juga: Johan Budi Ingatkan Mahfud: Pak Jokowi Tak Suka Menteri Debat di Luar, Langsung Di-reshuffle

Adapun Sri Mulyani angkat bicara soal heboh dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di lingkungan Kemenkeu.

Dia bilang, detail laporan dugaan transaksi mencurigakan itu tertuang dalam surat yang dikirimkan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ke dirinya baru-baru ini.

Menurut Sri Mulyani, surat yang memuat 43 halaman lampiran itu berisi daftar 300 surat yang pernah dikirimkan PPATK ke sejumlah pihak. Dalam surat itu, disebutkan tentang dugaan transaksi janggal senilai Rp 349 triliun.

Namun demikian, kata Sri Mulyani, angka Rp 349 triliun tersebut tidak seluruhnya menyangkut transaksi pegawai Kementerian Keuangan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

MK Bantah soal Putusan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup yang Bocor

MK Bantah soal Putusan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup yang Bocor

Nasional
Lemahnya Pengendalian Rokok, Rawan Ketahanan Makanan Pokok

Lemahnya Pengendalian Rokok, Rawan Ketahanan Makanan Pokok

Nasional
Prima Demo di MA Hari Ini, Berharap Kasasi Tunda Pemilu Dikabulkan

Prima Demo di MA Hari Ini, Berharap Kasasi Tunda Pemilu Dikabulkan

Nasional
Megawati Resmikan Kantor Pusat Koordinasi Relawan Ganjar pada 1 Juni

Megawati Resmikan Kantor Pusat Koordinasi Relawan Ganjar pada 1 Juni

Nasional
[GELITIK NASIONAL] Gibran dalam Pusaran Manuver Prabowo

[GELITIK NASIONAL] Gibran dalam Pusaran Manuver Prabowo

Nasional
Ada Isu MK Kembalikan Sistem Proporsional Tertutup, SBY: Ingat, Bisa “Chaos” Politik

Ada Isu MK Kembalikan Sistem Proporsional Tertutup, SBY: Ingat, Bisa “Chaos” Politik

Nasional
Pertahankan Capres Pilihannya, Jokowi Dinilai Lebih Bernyali daripada SBY

Pertahankan Capres Pilihannya, Jokowi Dinilai Lebih Bernyali daripada SBY

Nasional
Tanggal 30 Mei Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 Mei Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Berduka atas Wafatnya Mantan Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana

Ganjar Berduka atas Wafatnya Mantan Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana

Nasional
1.899 Jemaah Haji Miqat di Bir Ali 1 Juni 2023 dan Geser ke Makkah

1.899 Jemaah Haji Miqat di Bir Ali 1 Juni 2023 dan Geser ke Makkah

Nasional
MAKI Nilai Putusan MK soal Penambahan Masa Jabatan Pimpinan KPK Berlaku untuk Periode Berikutnya

MAKI Nilai Putusan MK soal Penambahan Masa Jabatan Pimpinan KPK Berlaku untuk Periode Berikutnya

Nasional
PDI-P Diingatkan Jangan Sombong: Meskipun Kamu Gede, Belum Tentu Kamu Segede Itu Lagi

PDI-P Diingatkan Jangan Sombong: Meskipun Kamu Gede, Belum Tentu Kamu Segede Itu Lagi

Nasional
Pengamat Kritik MK, Seharusnya Tak Ikut Tentukan Masa Jabatan Pejabat Publik

Pengamat Kritik MK, Seharusnya Tak Ikut Tentukan Masa Jabatan Pejabat Publik

Nasional
Kemenkes Kirim 107 Ton Obat dan perbekalan Kesehatan Jemaah Haji

Kemenkes Kirim 107 Ton Obat dan perbekalan Kesehatan Jemaah Haji

Nasional
Megawati Dinilai Realistis Pilih Ganjar Pranowo Jadi Capres Dibanding Puan Maharani

Megawati Dinilai Realistis Pilih Ganjar Pranowo Jadi Capres Dibanding Puan Maharani

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com