Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perusahaan Wajib Beri THR bagi Pekerja Tak Dicicil, Ini Rincian Hitungannya

Kompas.com - 28/03/2023, 15:37 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah mengeluarkan ketentuan bagi perusahaan untuk membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan menjelang Idul Fitri 1444 H/2023 M tidak dicicil. THR paling lambat diberikan 7 hari sebelum hari keagamaan.

Hal ini diatur dalam Surat Edaran (SE) Nomor M/2/HK.0400/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Hari Raya Keagamaan Tahun 2023 bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan.

Pemberian THR keagamaan ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja atau buruh. Hal ini secara tegas telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36/2021 tentang Pengupahan tepatnya di pasal 8 dan 9.

Lebih detail diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6/2016 tentang THR bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan.

Baca juga: Menaker: THR Diberikan Paling Lambat 7 Hari Sebelum Lebaran, Tak Boleh Dicicil

"Saya minta kepada semua perusahaan agar melaksanakan regulasi ini dengan sebaik-sebaiknya. Kita keluarkan kebijakan THR bagi para pekerja atau buruh di perusahaan untuk membantu memenuhi kebutuhan buruh dan keluarga dalam menyambut hari raya," kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam konferensi pers secara daring, Selasa (28/3/2023).

Ida menyampaikan, THR diberikan kepada pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih, baik PKWTT, PKWT, maupun pekerja/buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.

Bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, besaran THR yang harus diberikan adalah sebesar 1 bulan upah.

Baca juga: Menpan-RB: THR ASN Minimal H-5 Lebaran Sudah Cair

Sedangkan bagi pekerja dengan masa kerja 1 bulan secara terus-menerus, tapi kurang dari 12 bulan upah, maka besaran diberikan secara proporsional. Perhitungannya masa kerja dalam hitungan bulan dibagi 12 bulan dikalikan besarnya upah satu bulan.

"Misalnya seorang pekerja upahnya Rp 4 juta dan baru bekerja 6 bulan. Maka 6 (bulan) dibagi 12 (bulan) sama dengan setengah. Dikali Rp 4 juta maka kira-kira pekerja akan dapat THR sebesar Rp 2 juta," rinci Ida.

Namun begitu, ada kekhususan pengaturan bagi pekerja/buruh dengan perjanjian kerja harian lepas.

Baca juga: THR ASN dan Pensiunan Cair Paling Cepat H-10 Lebaran

Bila pekerja mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, maka upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.

"Lalu bagaimana dengan pekerja harian lepas yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan? Untuk pekerja demikian ini, maka satu bulan dihitung berdasarkan rerata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja," ujar Ida.

Ada pula ketentuan perhitungan upah satu bulan bagi pekerja/buruh dengan satuan hasil. Perhitungan upah satu bulan didasarkan pada upah rerata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.

Lebih lanjut, Ida menyampaikan, industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang melaksanakan penyesuaian waktu bekerja dan upah sebagaimana diatur dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tetap wajib membayar THR.

Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan THR adalah upah terakhir sebelum dilakukannya penyesuaian upah tersebut.

"Ini penting untuk digarisbawahi karena THR dan hak-hak lainnya selain upah tidak termasuk bagian yang boleh disesuaikan oleh Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 dalam pasal 12," sebut Ida.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com