JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menegaskan, obat-obatan dan alat kesehatan untuk korban gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI) yang menjalani rawat jalan masih ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Hal ini menanggapi adanya keluhan pasien gagal ginjal akut yang harus merogoh kocek sendiri untuk menjalani pengobatan di rumah sakit.
"Masih ditanggung terus. Iya (seterusnya masih ditanggung), itu termasuk pembiayaannya oleh BPJS," kata Nadia saat ditemui di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, Senin (27/3/2023).
Baca juga: Nasib Korban Gagal Ginjal Tak Menentu, Kementerian Saling Lempar soal Dana Santunan
Nadia menyampaikan, obat penawar racun yang diimpor dari luar negeri, yakni Fomepizole, memang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Namun, obat tersebut masih diberikan gratis oleh Kementerian Kesehatan.
"Obatnya kan Fomepizole, Fomepizole-nya diberikan oleh Kemenkes. Jadi kan (Fomepizole) itu yang enggak termasuk diklaim dalam BPJS," tuturnya.
Lebih lanjut Nadia menuturkan, biaya perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk korban gagal ginjal pun tetap ditanggung pemerintah, selama rumah sakit itu sesuai dan bisa menangani pasien gagal ginjal.
Baca juga: Kemensos Sebut Tak Ada Uang untuk Korban Gagal Ginjal, Tim Advokasi: Agak Lucu...
Pasalnya, tidak semua rumah sakit umum daerah (RSUD) di wilayah Jakarta yang mampu menangani pasien gagal ginjal.
"Misalnya (RSUD) Tarakan itu bisa. Tapi RSUD Kramat kan belum tentu bisa. Atau dia di rumah sakit vertikal (seperti) Fatmawati, rumah sakit RSCM, pokoknya rumah sakit vertikal itu sudah dinyatakan biaya ditanggung BPJS," ucap Nadia.
"Jadi dia enggak akan ada pembiayaan yang perlu dia tanggung sendiri," imbuhnya.
Adapun sejauh ini, pihaknya masih membahas soal santunan kepada korban gagal ginjal akut.
Pembahasan ini dilakukan lantaran Kementerian Kesehatan tidak memiliki tugas dan fungsi secara langsung untuk menyalurkan bantuan tersebut.
Baca juga: Tak Ada Anggaran Santunan Korban Gagal Ginjal, Menko PMK: Diupayakan Pakai Dana yang Lain
Nadia menuturkan, pembahasan sempat dilakukan pada Sabtu pekan lalu bersama Kemensos, Kemenko PMK, hingga Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Ini yang sedang dibahas untuk... Ya kan pasti ada petunjuk teknisnya, kriteria, dan sebagainya," jelas Nadia.
Sebagai informasi, gagal ginjal akut pada anak sebelumnya dinyatakan sebagai penyakit misterius karena belum diketahui penyebabnya. Belakangan diketahui, kasus ini disebabkan oleh keracunan obat sirup mengandung zat kimia berbahaya etilen glikol dan dietilen glikol (EG/DEG).
Zat kimia berbahaya itu sejatinya tidak boleh ada dalam obat sirup, namun cemarannya kemungkinan ada karena zat pelarut tambahan yang diperbolehkan di dalam obat sirup, yakni propilen glikol, polietilen glikol, gliserin/gliserol, dan sorbitol.
Cemaran ini tidak membahayakan sepanjang tidak melebihi ambang batas.
Baca juga: Polemik Santunan Korban Gagal Ginjal Akut: Dijanjikan Muhadjir, Dibantah Risma
Data Kemenkes hingga 5 Februari 2023 mencatat, sebanyak 326 kasus gagal ginjal yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Jumlah korban yang meninggal akibat kasus ini mencapai 204 orang.
Tak berhenti sampai situ, para korban menggugat Kemenkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta beberapa perusahaan farmasi maupun distributor yang tidak memenuhi ketentuan. Mereka menganggap Kemenkes dan BPOM lalai dan menuntut biaya ganti rugi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.