“Saya merasa malu mendapat makan minum gratis dengan fasiltas mewah sebagai wakil bupati. Saya gagal memperjuangkan janji-janji kampanye kepada rakyat. Saya merasa durhaka kepada rakyat makanya saya memilih mundur.” – Lucky Hakim (Wakil Bupati Indramayu)
PERPOLITIKKAN di tanah air kembali diwarnai fenomena “pisah jalan” antara kepala daerah dengan wakilnya.
Kerenggangan, lebih tepatnya ketidakharmonisan hubungan kerja dan hubungan antarpersonal yang selama ini terjadi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mencapai titik kulminasinya ketika sang Wakil Bupati Lucky Hakim menyatakan mundur (14/02/2023).
Dalam pernyataannya, Lucky merasa “durhaka” kepada rakyat Indramayu yang telah memilihnya mengingat 99 janji kampanyenya bersama Bupati Nina Agustina urung terlaksana.
Politisi Partai Amanat Nasional itu merasa malu karena lebih dari 380 titik lokasi selama kampanye dijalaninya di Indramayu silam telah mengumbar janji yang begitu banyak ditebar.
Janji kampanye Lucky bersama Nina yang akan membeton 1.500 kilometer jalan, membedah 5.000 rumah tidak layak huni, memberi tunjangan Rp 1 juta saban bulan untuk imam dan marbot masjid, penyediaan 300 ambulans untuk setiap desa, pemberian tunjangan Rp 1,5 juta setiap bulannya untuk guru kontrak, misalnya, ternyata hanya “omdo” alias omong doang.
Belum lagi sebagaimana pengakuan Lucky Hakim, anggaran makan minum setiap bulannya yang disediakan untuk wakil bupati sebesar Rp 100 juta membuatnya merasa berdosa kepada warga Indramayu yang banyak di antaranya masih hidup susah.
Lucky yang mantan pemain seni peran itu menganggap, gaji dan fasilitas yang diterimanya sebagai wakil bupati begitu tidak adil jika dibandingkan dengan pengorbanan warga Indramayu yang telah membayar pajak untuk peningkatan pendapatan asli daerah.
Sebagai wakil bupati, Lucky Hakim mendapat fasilitas rumah jabatan yang berpendingin dengan listrik gratis, fasilitas transportasi berupa tiga kendaraan mewah dan gajinya sebagai wakil bupati sebesar Rp 50 juta.
Keputusan Lucky untuk “mundur” tidak terlepas dari ketidakharmonisannya dengan Bupati Nina Agustina.
Lucky merasa tidak mendapat peran dan porsi sebagian kekuasaan dari Bupati Nina, sementara Bupati Nina menganggap porsi tugas dan kewajiban Lucky memang sudah “pas” dan sesuai dengan porsi kewenangan Wakil Bupati.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang mencoba menengahi konflik antara Bupati dan Wakil Bupati Indramayu dengan mendengar suara ke dua belah pihak, merasa ketidakharmonisan keduanya memang sulit disatukan lagi.
Bahkan, demi kebaikan Indramayu ke depannya, Ridwan Kamil akan segera memproses pengunduran diri Lucky sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Secara formal, Gubernur Jawa Barat segera bersurat ke Menteri Dalam Negeri perihal pengunduran diri Lucky yang juga telah disodorkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Indramayu (Radarindramayu.id, 23/02/2023).
“Perceraian” relasi kekuasaan di Indramayu antara Bupati Nina Agustina dengan Wakil Bupati Lucky Hakim menjadi fenomena politik yang lumrah terjadi di era pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung.
Kasus “berpisahnya jalan” antara Bupati Indramayu dengan wakilnya, bukan kali ini saja terjadi di level pemerintahan kabupaten.
Sebelumnya, Bupati Bojonegoro, Jawa Timur, Anna Mua’wanah sempat dilaporkan ke polisi oleh Wakil Bupati Bojonegoro, Budi Irwanto pada 2021. Budi menganggap dirinya kerap diacuhkan dan dianggap tidak pernah ada oleh Anna.
Puncaknya adalah pernyataan Anna yang menyinggung martabatnya di sebuah grup percakapan yang diikuti publik.