Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Ketika Kepala dan Wakil Merasa Saling "Di-ghosting"

Kompas.com - 27/03/2023, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Saya merasa malu mendapat makan minum gratis dengan fasiltas mewah sebagai wakil bupati. Saya gagal memperjuangkan janji-janji kampanye kepada rakyat. Saya merasa durhaka kepada rakyat makanya saya memilih mundur.” – Lucky Hakim (Wakil Bupati Indramayu)

PERPOLITIKKAN di tanah air kembali diwarnai fenomena “pisah jalan” antara kepala daerah dengan wakilnya.

Kerenggangan, lebih tepatnya ketidakharmonisan hubungan kerja dan hubungan antarpersonal yang selama ini terjadi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mencapai titik kulminasinya ketika sang Wakil Bupati Lucky Hakim menyatakan mundur (14/02/2023).

Dalam pernyataannya, Lucky merasa “durhaka” kepada rakyat Indramayu yang telah memilihnya mengingat 99 janji kampanyenya bersama Bupati Nina Agustina urung terlaksana.

Politisi Partai Amanat Nasional itu merasa malu karena lebih dari 380 titik lokasi selama kampanye dijalaninya di Indramayu silam telah mengumbar janji yang begitu banyak ditebar.

Janji kampanye Lucky bersama Nina yang akan membeton 1.500 kilometer jalan, membedah 5.000 rumah tidak layak huni, memberi tunjangan Rp 1 juta saban bulan untuk imam dan marbot masjid, penyediaan 300 ambulans untuk setiap desa, pemberian tunjangan Rp 1,5 juta setiap bulannya untuk guru kontrak, misalnya, ternyata hanya “omdo” alias omong doang.

Belum lagi sebagaimana pengakuan Lucky Hakim, anggaran makan minum setiap bulannya yang disediakan untuk wakil bupati sebesar Rp 100 juta membuatnya merasa berdosa kepada warga Indramayu yang banyak di antaranya masih hidup susah.

Lucky yang mantan pemain seni peran itu menganggap, gaji dan fasilitas yang diterimanya sebagai wakil bupati begitu tidak adil jika dibandingkan dengan pengorbanan warga Indramayu yang telah membayar pajak untuk peningkatan pendapatan asli daerah.

Sebagai wakil bupati, Lucky Hakim mendapat fasilitas rumah jabatan yang berpendingin dengan listrik gratis, fasilitas transportasi berupa tiga kendaraan mewah dan gajinya sebagai wakil bupati sebesar Rp 50 juta.

Keputusan Lucky untuk “mundur” tidak terlepas dari ketidakharmonisannya dengan Bupati Nina Agustina.

Lucky merasa tidak mendapat peran dan porsi sebagian kekuasaan dari Bupati Nina, sementara Bupati Nina menganggap porsi tugas dan kewajiban Lucky memang sudah “pas” dan sesuai dengan porsi kewenangan Wakil Bupati.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang mencoba menengahi konflik antara Bupati dan Wakil Bupati Indramayu dengan mendengar suara ke dua belah pihak, merasa ketidakharmonisan keduanya memang sulit disatukan lagi.

Bahkan, demi kebaikan Indramayu ke depannya, Ridwan Kamil akan segera memproses pengunduran diri Lucky sesuai perundang-undangan yang berlaku.

Secara formal, Gubernur Jawa Barat segera bersurat ke Menteri Dalam Negeri perihal pengunduran diri Lucky yang juga telah disodorkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Indramayu (Radarindramayu.id, 23/02/2023).

“Perceraian” relasi kekuasaan di Indramayu antara Bupati Nina Agustina dengan Wakil Bupati Lucky Hakim menjadi fenomena politik yang lumrah terjadi di era pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung.

Kasus “berpisahnya jalan” antara Bupati Indramayu dengan wakilnya, bukan kali ini saja terjadi di level pemerintahan kabupaten.

Sebelumnya, Bupati Bojonegoro, Jawa Timur, Anna Mua’wanah sempat dilaporkan ke polisi oleh Wakil Bupati Bojonegoro, Budi Irwanto pada 2021. Budi menganggap dirinya kerap diacuhkan dan dianggap tidak pernah ada oleh Anna.

Puncaknya adalah pernyataan Anna yang menyinggung martabatnya di sebuah grup percakapan yang diikuti publik.

Di Kota Tegal, Jawa Tengah, Wali Kota Dedy Son bersitegang dengan Wakil Wali Kota Muhammad Jumadi, baik secara personal maupun kedinasan.

Ruang kerja wakil wali kota sempat disegel paksa dan semua fasilitas wakil wali kota juga dilucuti oleh aparat suruhan wali kota. Sebaliknya wali kota sempat digerebek polisi karena tuduhan kepemilikan narkoba atas laporan wakil wali kota.

Di Aceh, Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar dan Wakil Bupati Firdaus SKM saling lapor ke polisi karena tuduhan pidana di antara mereka. Bahkan wakil bupati sempat mengancam akan membunuh bupati.

Padahal pokok pangkal persoalannya adalah proyek senilai Rp 17 miliar yang dianggap tidak transparan oleh salah satu pihak (Narasi.tv, 22 Februari 2023).

Di level provinsi, DKI Jakarta pernah punya cerita ketika Gubernur Fauzi Bowo dianggap tidak adil dalam membagi uang operasional kepada Wakil Gubernur Prijanto.

Di Kalimantan Barat, aroma disharmoni juga melanda pasangan gubernur dan wakil gubernur saat ini.

Gagalnya rekrutmen partai politik

Partai-partai dalam “menggandengkan” calon selalu berbasis pada nilai elektoral semata tanpa mengedepankan persamaan ideologis bisa dianggap sebagai akar munculnya proses “talak tiga” dalam relasi kekuasaan lokal.

Tujuan partai berkoalisi di Pilkada selalu menargetkan kemenangan. Rumus termudah untuk menang adalah menggaet vote getters atau penarik suara.

Kalangan pesohor di layar kaca kerap direkrut partai untuk memuluskan jalannya kemenangan.

Tidak hanya menggaet selebritas, partai juga begitu pragmatis dengan menjodohkan kandidat dengan pertimbangan kekuatan finansial yang dimiliki calon.

Partai kerap berargumen, kekuatan “logistik” menjadi mantera ampuh untuk menang. Logistik bisa mengubah image pemilih untuk mencoblos pasangan calon kepala daerah.

Rumus vote getters + logistik = menang, selalu dijadikan kilah partai-partai dalam memajukan kandidat di pentas Pilkada.

Kasus yang terjadi di Indramayu, mengingatkan saya akan proses perjodohan pasangan Cagub dan Cawagub di salah provinsi di Jawa.

Kemampuan finansial yang dimiliki calon gubernur begitu fantastis sehingga bisa “mengaet” pasangannya yang berlatar belakang artis untuk berlaga.

Rumus menang akhirnya berhasil dibuktikan oleh pasangan ini walau akhirnya keharmonisan antara dwitunggal pemegang kekuasaan menjadi kenangan manis.

Partai-partai dalam proses rekrutmen calon kepala daerah tidak pernah berpikir panjang soal kelangsungan jalannya pemerintahan hingga akhir masa jabatan.

Alih-alih peduli dengan peningkatan kesejahteraan warga di daerah calon kepala daerah berkontestasi, partai begitu pragmatis dalam menuntut imbal balik transaksi pencalonan.

Faktor elektabilitas, popularitas dan kekuatan logistik selalu dijadikan tolok ukur partai-partai dalam memasangkan calon kepala daerah.

Padahal, seharusnya partai mengedepankan rekam jejak para calon, komitmennya kepada daerah dan mengesampingkan ego pribadi, serta keterpaduan visi misi pasangan agar chemistry di antara keduanya bisa “klop”.

Pecah kongsi versus utuh bersatu

Pecah kongsi antara kepala daerah dengan wakilnya, kerap ditengarai karena wakil merasa porsi kekuasaannya “dipreteli” sang kepala, sementara pada waktu yang bersamaaan kepala daerah menganggap wakil kepala daerah terlalu banyak menuntut dan tidak tahu diri.

Padahal, wakil kepala daerah adalah wakil dari pucuk pimpinan atau kepala daerah di suatu wilayah pemerintahan.

Sejatinya, wakil kepala daerah punya kedudukan yang seimbang dan setara dengan kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan. Hanya saja dalam penentuan kebijakan, kepala daerahlah yang paling berwenang memutuskannya.

Tugas dari wakil kepala daerah adalah membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah. Seorang wakil kepala daerah juga membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah.

Wakil kepala daerah juga menindaklanjuti laporan temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya serta lingkungan hidup.

Sebagai wakil kepala daerah, ikut memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah desa, kelurahan dan kecamatan.

Tidak lupa pula, memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah.

Setiap wakil kepala daerah harus melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah dan melaksanakan tugas serta wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.

Dalam melaksanakan tugas, wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah. Bahkan wakil kepala daerah bisa menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya.

Dalam artian yang lebih luas, wakil kepala daerah tidak saja sebatas wakil bupati, wakil wali kota atau wakil gubernur saja.

Ideologi kekuasaan untuk kesejahteraan rakyat dan tetap menjaga soliditas marwah duet kepemimpinan harusnya juga memancar ke level spektrum kekuasaan tertinggi.

Kemesraan antara wakil bupati dengan bupati, kekompakkan wakil wali kota dengan wali kota, kepaduan wakil gubernur dengan gubernur juga harus meneladani kebersamaan wakil presiden dengan presiden.

Wakil bukanlah hanya sekadar teman belakang atau “konco wiking” yang harus dinomorduakan. Wakil bukanlah ban serep kekuasaan semata.

Wakil adalah kemanunggalan kepemimpinan. Tanpa wakil, kehadiran seorang kepala menjadi tidak paripurna.

“Jangan ada ghosting di antara kita. Marilah kita akhiri ghosting agar tidak ada anak-anak stunting di era istri dan anak pejabat rajin untuk flexing ketimbang thrifting” – lenguhan pria paruh baya di Kalijati, Subang, Jawa Barat tepat di pinggir Jalan Tol Cipali KM 99.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Wapres Kukuhkan Enam Anggota Badan Pengarah Papua

Wapres Kukuhkan Enam Anggota Badan Pengarah Papua

Nasional
Puan Maharani Susul Pengurus DPP PDI-P ke Kantor DPP PPP, Bahas Pemenangan Ganjar

Puan Maharani Susul Pengurus DPP PDI-P ke Kantor DPP PPP, Bahas Pemenangan Ganjar

Nasional
Windy Idol Penuhi Panggilan KPK Jadi Saksi Kasus Dugaan Suap di MA

Windy Idol Penuhi Panggilan KPK Jadi Saksi Kasus Dugaan Suap di MA

Nasional
KSP Sebut Jokowi Sudah Dengar soal Dugaan Bocornya Putusan MK Terkait Sistem Pemilu

KSP Sebut Jokowi Sudah Dengar soal Dugaan Bocornya Putusan MK Terkait Sistem Pemilu

Nasional
Bencana Mei 1998 dan 2023 dalam Berita Kompas

Bencana Mei 1998 dan 2023 dalam Berita Kompas

Nasional
BRIN Sanksi Thomas Djamaluddin Minta Maaf Terbuka Buntut Kasus Ancaman ke Warga Muhammadiyah

BRIN Sanksi Thomas Djamaluddin Minta Maaf Terbuka Buntut Kasus Ancaman ke Warga Muhammadiyah

Nasional
Putusan MK Diduga Bocor, KSP: Pemerintah Tak Akan Campur Tangan Atur Sistem Pemilu

Putusan MK Diduga Bocor, KSP: Pemerintah Tak Akan Campur Tangan Atur Sistem Pemilu

Nasional
Pimpinan PDI-P Sambangi Kantor DPP PPP, Bahas Pemenangan Ganjar sebagai Capres

Pimpinan PDI-P Sambangi Kantor DPP PPP, Bahas Pemenangan Ganjar sebagai Capres

Nasional
Survei Litbang “Kompas”: Presiden yang Dukung Partai-Kandidat Tertentu Saat Pemilu Dinilai Tak Netral

Survei Litbang “Kompas”: Presiden yang Dukung Partai-Kandidat Tertentu Saat Pemilu Dinilai Tak Netral

Nasional
Tunggu Luhut Pulang ke Indonesia, Sidang Haris Azhar dan Fatia Ditunda

Tunggu Luhut Pulang ke Indonesia, Sidang Haris Azhar dan Fatia Ditunda

Nasional
Jubir MK Tegaskan Gugatan Sistem Pemilu Baru di Tahap Penyerahan Kesimpulan, Belum Bahas Keputusan

Jubir MK Tegaskan Gugatan Sistem Pemilu Baru di Tahap Penyerahan Kesimpulan, Belum Bahas Keputusan

Nasional
Jokowi Ucapkan Selamat ke Erdogan yang Kembali Terpilih Jadi Presiden Turkiye

Jokowi Ucapkan Selamat ke Erdogan yang Kembali Terpilih Jadi Presiden Turkiye

Nasional
Bantah Denny Indrayana, MA Sebut Majelis PK Moeldoko Belum Dibentuk

Bantah Denny Indrayana, MA Sebut Majelis PK Moeldoko Belum Dibentuk

Nasional
Indonesia Resmi Miliki 2 Kapal Penyapu Ranjau Laut, Dijemput KSAL di Jerman

Indonesia Resmi Miliki 2 Kapal Penyapu Ranjau Laut, Dijemput KSAL di Jerman

Nasional
Tak Penuhi Panggilan KY, Ketua PN Jakarta Pusat Dipanggil Ulang Besok

Tak Penuhi Panggilan KY, Ketua PN Jakarta Pusat Dipanggil Ulang Besok

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com