JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI menyatakan, tidak ada warga negara Indonesia (WNI) yang terdampak langsung dalam aksi demo penolakan reformasi usia pensiun (pension reform) di Perancis.
Terbaru, demo kembali terjadi pada hari Kamis (23/3/2023). Demo tersebut berujung ricuh dan terjadi kerusuhan pada petang hingga malam waktu setempat.
"Hingga saat ini tidak ada WNI yang terdampak langsung dari aksi demonstrasi tersebut," kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI Judha Nugraha kepada awak media, Jumat (24/3/2023).
Baca juga: Banjir Bandang Terjang Daerah Terdampak Gempa Turkiye, KBRI Ankara Pastikan WNI Aman
Judha menyampaikan, KBRI Paris terus memantau situasi dan menjalin komunikasi dengan masyarakat Indonesia.
Namun, ia meminta masyarakat Indonesia yang ada di wilayah kerusuhan untuk tetap waspada dan berhati-hati.
Ia meminta masyarakat Indonesia menghindari kerumunan massa dan tidak ikut serta dalam aksi demonstrasi.
"Selalu memantau situasi dan arahan otoritas setempat serta segera menghubungi KBRI Paris jika menghadapi keadaan darurat. Adapun Hotline KBRI Paris: +33 6 21 12 21 09," kata Judha.
Demo telah bergolak di Perancis yang isinya menolak reformasi usia pensiun dari 62 tahun menjadi usia 64 tahun seperti yang diputuskan oleh Presiden Perancis Emmanuel Macron.
Baca juga: Buat KTP WNI untuk Berbisnis, WN Suriah Merasa Tak Langgar Aturan
Massa pengunjuk rasa berubah menjadi anarkistis, memblokade jalur kereta, membatasi akses masuk Bandara Internasional Charles de Gaulle, hingga membakar pintu depan balai kota di Bordeaux.
Dikutip dari The Guardian, serikat pekerja mengeklaim, ada sekitar 3,5 juta orang keluar rumah untuk demo di seluruh negeri, sedangkan angka yang dirilis pihak berwenang jauh lebih rendah, yakni di bawah 1,1 juta.
Sementara itu, dikutip dari CNBC, Macron beralasan, rencana pemerintah diperlukan untuk melestarikan sistem di masa depan karena orang hidup lebih lama dan jumlah pensiunan meningkat.
Pemerintah mengambil keputusan tanpa voting di parlemen.
Perdana Menteri Perancis Elisabeth Borne menggunakan pasal 49:3 konstitusi, yaitu mengizinkan pemerintah Perancis menghindari pemungutan suara di Majelis Parlemen.
Keputusan diambil beberapa menit sebelum anggota parlemen dijadwalkan memberikan suara pada rancangan undang undang (RUU) kontroversial tersebut, karena tak ada jaminan untuk memenangkan suara mayoritas.
Langkah itu menyebabkan kemarahan di kalangan politisi oposisi. Banyak yang mencemooh Macron, menyanyikan La Marseillaise dan mengangkat tanda protes di parlemen.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.