JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) menyisakan kejanggalan.
Dalam putusannya, PN Jakpus mengaku telah memediasi Prima dan KPU dalam perkara perdata ini.
Namun, menurut pihak KPU, mediasi itu tak pernah terjadi.
Dalam salinan putusan nomor 757/Pdt.G/2022/PN.JKT.PST itu disebutkan bahwa hakim PN Jakpus sudah ditunjuk sebagai mediator antara Prima dan KPU.
"Menimbang bahwa pengadilan perdamaian di antara para pihak melalui mediasi sebagaimana diatur dalam peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan dengan menunjuk Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai mediator," demikian isi putusan itu.
"Menimbang bahwa berdasarkan laporan mediator tanggal 26 Oktober 2022 upaya perdamaian tersebut tidak berhasil."
Baca juga: Kejanggalan Baru Putusan Tunda Pemilu, PN Jakpus Mengaku Sudah Mediasi Prima-KPU padahal Belum
Padahal, gugatan perdata diregistrasi ke PN Jakpus pada 8 Desember 2022 oleh Prima.
Terkait hal ini, Wakil Ketua Umum PRIMA Alif Kamal menduga bahwa yang dimaksud majelis hakim PN Jakpus adalah mediasi antara partainya dan KPU ketika bersengketa di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.
Keduanya memang pernah bersengketa di Bawaslu RI. Prima dinyatakan menang pada 4 November 2022 dan diberi kesempatan verifikasi ulang.
Namun, dalam kesempatan verifikasi ulang, Prima kembali dinyatakan tidak memenuhi syarat administrasi partai politik calon peserta pemilu.
Di PN Jakpus, KPU dinyatakan tidak sepenuhnya mematuhi putusan Bawaslu RI dalam memverifikasi ulang Prima.
"Itu mediasi di Bawaslu ceritanya. Menurut penilaian hakim, ini perkara antara penyelenggara pemilu dan partai politik. Itu tidak akan mungkin ada mediasi dan perdamaian, menurut kesimpulan hakim. Jadi tidak akan mungkin ketemu," ungkap Alif ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (23/3/2023).
Baca juga: KPU Tambah Memori Banding, Bantah Klaim Janggal PN Jakpus soal Mediasi Prima
Alif menyampaikan, kesimpulan ini pula yang diduga membuat majelis hakim tidak mengadakan mediasi lagi di antara kedua belah pihak ketika perkara perdata ini diregistrasi.
Majelis hakim langsung menggelar persidangan perdata antara KPU dan Prima.
Sementara itu, Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik menyebut bahwa situasi ini tak selaras dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 yang dikutip pula oleh PN Jakpus dalam putusannya.
"Seolah-olah telah mengupayakan perdamaian dan ada laporan mediator tanggal 26 Oktober 2022, padahal tidak pernah ada," kata Idham dalam keterangan tertulis pada Kamis pagi.
Akibat hal ini, KPU RI menambah isi memori banding atas putusan PN Jakpus itu pada Selasa lalu, setelah pertama kali mengajukan banding atas putusan ini pada Jumat (10/3/2023).
Baca juga: Prima dan KPU Akui Tak Ada Mediasi, Jubir PN Jakpus: No Comment
Pemeriksaan perkara perdata tanpa didahului mediasi disebut melanggar Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 pada Pasal 3 Ayat (3).
Merujuk Pasal 4 Ayat (1) Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2016, diatur bahwa semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian lewat mediasi, kecuali untuk perkara-perkara yang dikecualikan.
Terdapat 5 jenis perkara yang dikecualikan dari ketentuan ini, tetapi tidak termasuk sengketa antara partai politik dan penyelenggara pemilu.
Hal ini yang membuat KPU RI menganggap PN Jakpus telah melanggar ketentuan.
KPU menganggap, ketiadaan mediasi ini membuat pemeriksaan perkara perdata yang diajukan Prima tersebut cacat yuridis.
Dengan kecacatan ini, merujuk aturan yang sama, KPU beranggapan seharusnya ditetapkan putusan sela untuk dilakukan mediasi antara KPU dan Prima.
"Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3), apabila diajukan upaya hukum maka Pengadilan Tingkat Banding atau Mahkamah Agung dengan putusan sela memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama untuk melakukan proses mediasi," kata Idham.
Terkait hal ini, Juru bicara PN Jakpus Zulkifli Atjo ogah berkomentar.
"Mengenai hal ada mediasi tersebut saya no comment oleh apa yang tertuang dalam putusan tersebut," kata Zulkifli kepada Kompas.com, Kamis (23/3/2023).
Zulkifli yang juga hakim PN Jakpus ini menyampaikan, putusan itu sepenuhnya tanggung jawab dan wilayah dari majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
Menurut dia, jika ada putusan yang dinilai tidak tepat oleh pihak-pihak yang berperkara maka semuanya dapat dituangkan dalam memori banding.
Apalagi, perkara ini tengah dalam proses hukum lanjutan di Pengadilan Tinggi.
"Tidak etis siapa pun berkomentar atas suatu putusan yang dalam proses (banding), saya mengajak semua pihak untuk sama-sama kita bersabar menunggu putusan," kata Zulkifli.
"Sekali lagi saya katakan bahwa segala hal atas putusan tersebut yang dianggap tidak benar, segalanya dapat disampaikan melalui memori banding termasuk mediasi," ucap dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.