JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto mengatakan, pelanggaran netralitas ASN saat tahun politik bisa terjadi dari hal-hal sederhana, antara lain memasang spanduk, baliho, dan alat peraga calon tertentu yang menjadi peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"Di samping itu, pelanggaran lainnya adalah hadir dalam kegiatan deklarasi dan ikut dalam kampanye di media sosial (medsos)," ujar Agus dilansir siaran pers dari laman resmi KASN, Kamis (23/3/2023).
Baca juga: Jokowi Larang ASN-Pejabat Bukber, Menpan RB Anjurkan Bakti Sosial
Dia mengungkapkan, hingga saat ini KASN menemukan bahwa kategori pelanggaran netralitas ASN terbesar adalah kampanye atau sosialisasi di media sosial.
Persentase pelanggaran itu mencapai 30,04 persen dari total angka pelanggaran.
Oleh karena itu, Agus berpesan agar para ASN berhati-hati saat menggunakan media sosial di tahun politik.
"Jadi jempol kita itu memang harus dijaga, hati-hati. Ini bukan mengancam, tapi peringatan bagi saya sendiri juga," ujar dia.
Agus mengatakan, ASN punya hak pilih dalam pemilu mendatang. Hanya saja, hak pilih itu sedianya hanya diberikan saat berada di bilik suara.
"Selebihnya tidak boleh ikut ajang dukung-mendukung kampanye dan sebagainya. Jadi cukup di bilik suara," kata Agus.
Baca juga: ASN Diminta Patuhi Larangan Bukber, Sanksi Menanti Bagi yang Melanggar
Dia pun menyampaikan, jika seorang ASN dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) karena terindikasi melanggar netralitas, laporan tersebut akan diteruskan ke KASN.
KASN selanjutnya akan mengeluarkan rekomendasi.
“Itu mekanisme yang dilakukan. Terbukti melanggar ada konsekuensi dan sanksinya. Jadi, ini bukan mengancam tetapi upaya kami mencegah teman-teman agar tidak melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan," ucap Agus.
Adapun sanksi yang akan dijatuhkan pejabat pengawas kepegawian (PPK) bisa berupa hukuman ringan, sedang, dan berat.
Sanksi ringan mencakup teguran lisan dan tertulis, sedangkan sanksi sedang terkena pemotongan tunjangan kinerja (tukin) sebesar 25 persen selama 6 bulan, 9 bulan, atau 12 bulan.
Lalu, sanksi berat berupa pembebasan dari jabatan hingga pemberhentian dengan tidak hormat atas permintaan sendiri dan lain-lain.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.