JAKARTA, KOMPAS.com - Desakan supaya Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menanggalkan jabatannya usai dinyatakan terbukti melanggar etik dan mengubah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mulai disuarakan.
Majelis Kehormatan MK (MKMK) pada Senin (20/3/2023) lalu menyatakan Guntur yang diangkat menggantikan Aswanto yang dicopot oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terbukti melakukan pelanggaran etik karena mengubah substansi Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022.
Alhasil, MKMK menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis untuk Guntur.
MKMK juga menyoroti bahwa kasus pelanggaran etik ini terjadi pada hari pertama Guntur bertugas sebagai hakim konstitusi, yaitu 23 November 2022, menyusul pencopotan sepihak eks hakim konstitusi Aswanto secara inkonstitusional. Guntur, yang sebelumnya merupakan Sekretaris Jenderal MK, baru dilantik pagi itu.
Baca juga: Cegah Kasus Guntur Hamzah Terulang, MKMK Minta MK Bikin SOP Hakim Ubah Putusan Saat Dibacakan
Akan tetapi, MKMK tidak mengantongi bukti cukup kuat untuk mengonfirmasi dugaan motif Guntur mengubah substansi putusan demi mengafirmasi keabsahan pengangkatan dirinya sebagai hakim konstitusi.
MKMK menilai ada beberapa hal yang memberatkan sehingga Guntur dianggap layak disanksi.
Pertama, tindakan Guntur terjadi saat publik belum reda menyoal isu keabsahan pemberhentian Aswanto, dan memunculkan spekulasi upaya untuk menyelamatkan diri walau hal itu tidak didukung bukti kuat.
Kedua, Guntur seharusnya bisa mencegah tindakannya itu karena ia belum jadi hakim saat perkara diputus oleh RPH pada 17 November 2022.
Ketiga, Guntur sebagai hakim anyar yang ikut bersidang seharusnya bertanya soal tahapan perubahan putusan.
Baca juga: MKMK Minta Putusan MK yang Diubah Guntur Hamzah Diperbaiki
Di sisi lain, MKMK menilai ada beberapa hal meringankan bagi Guntur.
Pertama, Guntur dianggap berani bersikap transparan kepada MKMK dan mengakui perbuatannya mencoret serta mengubah frasa dalam putusan itu.
Kedua, MKMK menyoroti bahwa praktik sebagaimana terjadi dalam kasus Guntur sebetulnya merupakan hal lazim sepanjang beroleh persetujuan para hakim lain dan tidak dilakukan diam-diam.
Ketiga dan keempat, belum terdapat prosedur baku atas kelaziman di atas, dan MK dinilai lamban merespons tindakan Guntur yang sebetulnya sudah mereka ketahui beberapa hari setelahnya.
MKMK berpendapat, jika MK bergerak cepat, persoalan ini tak perlu berlarut-larut, menimbulkan kontroversi, dan bahkan MKMK mungkin tak perlu dibentuk.
Baca juga: PSHK Desak Guntur Hamzah Mundur demi Jaga Marwah MK
"Sesungguhnya telah diketahui oleh beberapa orang Hakim dan telah sejak awal diakui oleh Hakim terduga serta telah pula diberitahukan kepada panitera untuk dibicarakan dalam RPH," kata Ketua MKMK I Gede Dewa Palguna.