Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/03/2023, 22:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) meminta MK membuat prosedur baku atau standard operating procedure (SOP) terkait usul perubahan putusan yang sedang dibacakan hakim konstitusi.

"Dalam hal hakim konstitusi hendak mengusulkan perubahan terhadap putusan yang sedang diucapkan/dibacakan dalam sidang pengucapan putusan yang terbuka untuk umum," demikian bunyi rekomendasi Putusan Nomor 1/MKMK/T/02/2023 yang dibacakan kemarin oleh Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna.

Rekomendasi ini guna mencegah terulangnya kasus pengubahan frasa sebagaimana dilakukan hakim konstitusi Guntur Hamzah.

Baca juga: MKMK Minta Putusan MK yang Diubah Guntur Hamzah Diperbaiki

Dalam sidang pembacaan putusan kemarin, Guntur dinyatakan melanggar etik dan asas integritas hingga dijatuhi sanksi teguran tertulis.

Dalam kasus Guntur, ia terbukti mengusulkan perubahan substansi putusan perkara nomor 103/PUU-XX/2022 ketika sidang pembacaan putusan. Frasa yang ia ubah, kala itu, memang belum diucapkan.

Dalam putusan asli, MK menegaskan bahwa "dengan demikian" hakim konstitusi hanya dapat diberhentikan dengan alasan-alasan tertentu.

Sementara itu, putusan yang diubah Guntur mengubahnya jadi "ke depan", hakim konstitusi hanya dapat diberhentikan dengan alasan-alasan tertentu.

Saat sidang pembacaan putusan berlangsung, 23 November 2022, Guntur yang baru menjalani hari pertamanya sebagai hakim konstitusi memanggil panitera untuk memberi tahu frasa yang ia ubah melalui coretan tinta.

Rekaman CCTV membuktikan, tindakan itu dilakukan Guntur pukul 15.24 WIB. Sementara, frasa "dengan demikian" dibacakan oleh hakim konstitusi Saldi Isra pukul 15.50 WIB. Putusan selesai dibacakan pukul 16.03 WIB.

Baca juga: MKMK Putuskan Skandal Sulap Putusan Hari Ini, Hakim Konstitusi Terlibat?

Rekaman ini ditunjukkan sendiri oleh Guntur. MKMK menilai kejujuran ini sebagai hal yang meringankannya dalam putusan.

"Pemberi Keterangan/Kesaksian menjelaskan berdasarkan Pasal 47 UU MK, putusan memiliki kekuatan hukum mengikat sejak selesai dibacakan. Dalam hal ini, usulan koreksian disampaikan jauh sebelum putusan selesai dibacakan dan masih dalam tempus dan locus sebelum putusan dibacakan," urai MKMK terkait alasan Guntur terkait tindakannya.

"Menurut Pemberi Keterangan/Kesaksian, jika perubahan itu terjadi setelah putusan selesai dibacakan maka akan berbeda. Putusan menjadi milik publik setelah selesai dibacakan dalam sidang pleno terbuka. Putusan MK berlaku prospektif, sehingga adanya perbedaan frasa 'dengan demikian' ataupun 'ke depan' tetap akan berlaku ke depan dan tidak berpengaruh terhadap hakim konstitusi yang sudah dilantik," tulis MKMK.

Dalam keterangannya, Guntur bersikeras bahwa ia meminta panitera mencari persetujuan seluruh hakim konstitusi soal usul perubahan frasa itu

Sementara itu, keterangan panitera, Muhidin, menyebut Guntur hanya menyuruhnya meminta persetujuan hakim konstitusi Arief Hidayat saja.

Baca juga: MKMK Sudah Dapat Gambaran Utuh Skandal Pengubahan Substansi Putusan MK

Rekaman CCTV menunjukkan, pergerakan Muhidin memang hanya menuju Arief Hidayat. Di sisi lain, tak satupun hakim konstitusi, selain Arief, yang menyinggung soal usulan perubahan frasa ini ketika diperiksa MKMK.

Hal ini dianggap cukup kuat bagi MKMK untuk tiba pada kesimpulan bahwa Guntur memang hanya meminta panitera mencari persetujuan Arief.

Uniknya, MKMK tak menimpakan seluruh kesalahan pada Guntur karena praktik mengusulkan perubahan putusan sebelum putusan selesai dibacakan memang dimungkinkan lantaran ketiadaan prosedur baku dan

Guntur dianggap telah resmi menjadi hakim konstitusi yang memiliki hak untuk itu.

Baca juga: MKMK Bacakan Putusan Skandal Sulap Putusan soal Pencopotan Aswanto 20 Maret

Namun, MKMK menilai bahwa Guntur seharusnya bertanya soal prosedur itu sebagai hakim yang baru bertugas, dan seharusnya tak melakukan itu karena toh ia tidak tahu serta tak ikut memutus perkara.

Hal ini menjadi salah satu hal memberatkan Guntur, di samping bahwa tindakannya ini dilakukan pada putusan perkara yang secara tidak langsung berkenaan dengan keabsahan pengangkatan dirinya sebagai hakim konstitusi.

"Pemberi Keterangan/Kesaksian membayangkan jika ada SOP-nya untuk mendapatkan persetujuan dari hakim drafter atau hakim lainnya, maka panitera akan melakukan hal tersebut," bunyi putusan MKMK.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Satgas TPPU: Dugaan TPPU Emas Batangan Ilegal Rp 189 T Masih Penyelidikan

Satgas TPPU: Dugaan TPPU Emas Batangan Ilegal Rp 189 T Masih Penyelidikan

Nasional
2 Penyakit yang Sering Menyerang Jemaah Haji Lansia di Arab Saudi

2 Penyakit yang Sering Menyerang Jemaah Haji Lansia di Arab Saudi

Nasional
Papan Informasi Digital Hadir untuk Dukung Transparansi Kinerja DPD RI

Papan Informasi Digital Hadir untuk Dukung Transparansi Kinerja DPD RI

Nasional
PPIH Minta Saudia Airlines Tak Lagi Ubah Jadwal Terbang dan Kapasitas Pesawat Haji

PPIH Minta Saudia Airlines Tak Lagi Ubah Jadwal Terbang dan Kapasitas Pesawat Haji

Nasional
Megawati Ingin Pemerintah Maksimalkan Pengelolaan SDA Kelautan

Megawati Ingin Pemerintah Maksimalkan Pengelolaan SDA Kelautan

Nasional
Disebut Dirayu Pejabat Negara untuk Gagalkan Anies Maju Capres, PKS Angkat Bicara

Disebut Dirayu Pejabat Negara untuk Gagalkan Anies Maju Capres, PKS Angkat Bicara

Nasional
Mahfud: Laporan Satgas TPPU Hasilkan Tersangka, Nilai Dugaan Pencucian Uang Capai Rp 25 T

Mahfud: Laporan Satgas TPPU Hasilkan Tersangka, Nilai Dugaan Pencucian Uang Capai Rp 25 T

Nasional
BERITA FOTO: Salam Metal, Megawati Tutup Rakernas Ketiga PDI Perjuangan

BERITA FOTO: Salam Metal, Megawati Tutup Rakernas Ketiga PDI Perjuangan

Nasional
BERITA FOTO: Momen Megawati Menangis Saat Mengenang Taufiq Kiemas

BERITA FOTO: Momen Megawati Menangis Saat Mengenang Taufiq Kiemas

Nasional
Dengan Salam Metal, Megawati Resmi Tutup Rakernas Ketiga PDI-P

Dengan Salam Metal, Megawati Resmi Tutup Rakernas Ketiga PDI-P

Nasional
Kepada Kader PDI-P, Megawati: 'Ndak' Ada Rakyat, 'Ndak' Ada Kita!

Kepada Kader PDI-P, Megawati: "Ndak" Ada Rakyat, "Ndak" Ada Kita!

Nasional
Megawati Ingatkan Kader PDI-P Turun ke Bawah, Jika Ingin Menang Pemilu 2024

Megawati Ingatkan Kader PDI-P Turun ke Bawah, Jika Ingin Menang Pemilu 2024

Nasional
Megawati Minta Jumlah Pulau Indonesia Diteliti Ulang

Megawati Minta Jumlah Pulau Indonesia Diteliti Ulang

Nasional
Jokowi-Anwar Ibrahim Kunjungi Pasar, Pedagang Doakan Indonesia-Malaysia Makin Rukun

Jokowi-Anwar Ibrahim Kunjungi Pasar, Pedagang Doakan Indonesia-Malaysia Makin Rukun

Nasional
Rakernas PDI-P Sepakati Visi-misi Ganjar dan Wakilnya untuk Pilpres 2024, Ini Isinya

Rakernas PDI-P Sepakati Visi-misi Ganjar dan Wakilnya untuk Pilpres 2024, Ini Isinya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com