JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti keamanan korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu yang dinilai rentan karena ketidakjelasan perlindungan dari Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM).
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyanti mengatakan, banyak korban pelanggaran HAM berat masa lalu khususnya perempuan ragu untuk didata karena belum tentu mendapat perlindungan pasca pelaporan.
"Akibat ketidakjelasan perlindungan korban, beberapa perempuan korban menemui Komnas Perempuan untuk menanyakan apakah aman atau tidak jika mereka mencatatkan diri?" kata Andy dalam keterangan tertulis, Selasa (21/3/2023).
Baca juga: Komnas Perempuan Minta Pemerintah Bantu Perkuat Basis Data Korban
Andy mengatakan, jaminan perlindungan korban harus memahami kebutuhan spesifik perempuan korban.
Misalnya, terkait peristiwa kekerasan seksual dan stigma sosial yang harus ditanggung para korban.
Selain itu, Andy juga berharap ada keterlibatan perempuan yang lebih signifikan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program kerja tim PPHAM.
Menurut Andy, komposisi tim PPHAM minim perempuan dan tidak memasukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dalam jajaran koordinasi.
"Padahal aspek gender dan pengalaman perempuan dan anak sangat kuat pada kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Mereka kerap menjadi korban kekerasan berbasis gender termasuk seksual," imbuh dia.
Terakhir, Komnas Perempuan berharap ada penguatan kepemimpinan perempuan untuk para korban perempuan pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Hal ini perlu dilakukan dengan memastikan keterlibatan substantif komunitas korban dalam penyusunan, pelaksanaan dan pengawasan program," imbuh dia.
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang Berat.
Dilansir dari salinan Keppres yang diunggah di laman resmi Sekretariat Presiden, Kamis (16/3/2023), dijelaskan soal pembantukan Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat, yang selanjutnya disebut Tim Pemantau PPHAM.
Tim Pemantau PPHAM berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Tim ini mempunyai dua poin tugas. Pertama, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan pelaksanaan rekomendasi Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang berat Masa lalu oleh menteri/pimpinan Lembaga.
Kedua, melaporkan kepada Presiden paling sedikit enam bulan sekali dalam setahun atau sewaktu-waktu bila diperlukan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.