JAKARTA, KOMPAS.com - Sanksi teguran tertulis terhadap Hakim Konstitusi Guntur Hamzah yang diberikan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam kasus perubahan substansi putusan dinilai sudah cukup tegas.
"Kita hormati saja keputusannya. Saya rasa cukup realistis," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie saat dihubungi Kompas.com, Senin (21/3/2023).
Ketika disinggung apakah perubahan substansi putusan kerap terjadi di MK, Jimly tidak menjelaskannya.
Sebab dalam putusan MKMK disebutkan selain menjatuhkan sanksi teguran tertulis, mereka menyatakan perubahan substansi setelah putusan dibacakan dan di luar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) adalah hal wajar di Mahkamah Konstitusi (MK) karena tidak terdapat prosedur baku.
Baca juga: Proses di MKMK Beres, Jokowi Diminta Izinkan Hakim MK Diperiksa Polisi
"Yang penting sudah dinyatakan terbukti melanggar dan dikenakan sanksi agar perubahan naskah putusan di luar RPH, di luar sidang dan pasca pembacaan resmi tidak terulang lagi," ucap Jimly.
Jimly merupakan salah satu ahli yang dimintai pendapat oleh MKMK saat menyelidiki kasus perubahan substansi putusan itu.
Sebelumnya diberitakan, pernyataan tentang kelaziman perubahan substansi putusan itu disampaikan MKMK dalam amar putusan sanksi terhadap Guntur Hamzah karena mengubah substansi Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022. MKMK menjatuhkan teguran tertulis terhadap Guntur dalam perkara itu.
Menurut Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna, perubahan substansi putusan hal wajar asalkan hal itu dapat diterima dan disetujui 8 hakim konstitusi lain.
Baca juga: MKMK: Tiada Persekongkolan pada Pelanggaran Etik Guntur Hamzah
Akan tetapi, dalam kasus itu MKMK tak menemukan adanya upaya dari Guntur meminta persetujuan kepada delapan hakim konstitusi lain atau setidak-tidaknya hakim drafter dalam perkara tersebut.
Yang terjadi, para hakim konstitusi, minus Arief Hidayat, baru mengetahui perubahan substansi ini pada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) setelah pemberitahuan dari panitera.
"Majelis Kehormatan berpendapat bahwa persetujuan demikian tidak pernah terjadi bahkan tidak pernah dimintakan selain kepada hakim Arief Hidayat," kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna dalam sidang pembacaan putusan etik, Senin (20/3/2023).
MKMK juga menyoroti bahwa kasus pelanggaran etik ini terjadi pada hari pertama Guntur bertugas sebagai hakim konstitusi, yaitu 23 November 2022, menyusul pencopotan sepihak eks hakim konstitusi Aswanto secara inkonstitusional. Guntur, yang sebelumnya merupakan Sekretaris Jenderal MK, baru dilantik pagi itu.
Akan tetapi, MKMK tidak mengantongi bukti cukup kuat untuk mengonfirmasi dugaan motif Guntur mengubah substansi putusan demi mengafirmasi keabsahan pengangkatan dirinya sebagai hakim konstitusi.
MKMK menilai ada beberapa hal yang memberatkan sehingga Guntur dianggap layak disanksi.
Pertama, tindakan Guntur terjadi saat publik belum reda menyoal isu keabsahan pemberhentian Aswanto, dan memunculkan spekulasi upaya untuk menyelamatkan diri walau hal itu tidak didukung bukti kuat.
Kedua, Guntur seharusnya bisa mencegah tindakannya itu karena ia belum jadi hakim saat perkara diputus oleh RPH pada 17 November 2022.
Ketiga, Guntur sebagai hakim anyar yang ikut bersidang seharusnya bertanya soal tahapan perubahan putusan.
Baca juga: Hakim Konstitusi Guntur Hamzah Terbukti Langgar Etik Ubah Putusan
Di sisi lain, MKMK menilai ada beberapa hal meringankan bagi Guntur.
Pertama, Guntur dianggap berani bersikap transparan kepada MKMK dan mengakui perbuatannya mencoret serta mengubah frasa dalam putusan itu.
Kedua, MKMK menyoroti bahwa praktik sebagaimana terjadi dalam kasus Guntur sebetulnya merupakan hal lazim sepanjang beroleh persetujuan para hakim lain dan tidak dilakukan diam-diam.
Ketiga dan keempat, belum terdapat prosedur baku atas kelaziman di atas, dan MK dinilai lamban merespons tindakan Guntur yang sebetulnya sudah mereka ketahui beberapa hari setelahnya.
MKMK berpendapat, jika MK bergerak cepat, persoalan ini tak perlu berlarut-larut, menimbulkan kontroversi, dan bahkan MKMK mungkin tak perlu dibentuk.
Baca juga: Perkara Sulap Putusan MK yang Berujung Sanksi bagi Hakim Guntur Hamzah
"Sesungguhnya telah diketahui oleh beberapa orang Hakim dan telah sejak awal diakui oleh Hakim terduga serta telah pula diberitahukan kepada panitera untuk dibicarakan dalam RPH," kata Palguna.
"Namun RPH dimaksud tidak pernah dilaksanakan dengan alasan yang lebih bersifat teknis psikologis," ujarnya.
MKMK juga menyatakan tidak menemukan persekongkolan dari perubahan substansi putusan dan pelanggaran etik yang dilakukan Guntur.
(Penulis : Vitorio Mantalean | Editor : Bagus Santosa)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.