JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asep Guntur Rahayu menyebut hal yang wajar ketika terjadi perbedaan pendapat pimpinan dalam menangani kasus eks Pejabat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo.
Pernyataan ini Asep sampaikan saat dimintai tanggapan mengenai kabar sejumlah pimpinan KPK bersilang pendapat mengenai pasal yang disangkakan kepada Rafael, yakni suap atau gratifikasi.
“Perbedaan itu hal yang wajar dan masing-masing punya alasannya,” kata Asep saat ditemui awak media di gedung Merah Putih KPK, Senin (20/3/2023).
Baca juga: KPK Imbau Rafael Alun Trisambodo Tak Kabur ke Luar Negeri
Asep menyatakan, pihaknya akan mencari yang terbaik untuk menyelesaikan perkara Rafael.
Terpisah, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengaku tidak mengetahui ihwal informasi adanya perbedaan pendapat tersebut.
Ia mengaku tidak sempat mengikuti rapat mengenai Rafael di KPK karena sedang menjalankan ibadah umrah.
Namun demikian, Nawawi memastikan bahwa tim penyelidik KPK terus bekerja mengusut dugaan korupsi Rafael.
“Tim lidik kami terus bergerak cepat menyelidiki dugaan pidana Tipikor (tindak pidana korupsi) dari RA (Rafel Alun) ini,” kata Nawawi saat dihubungi awak media.
Mantan Hakim Pengadilan Tipikor itu mengatakan, pihaknya baru saja mendapatkan kabar mengenai perkembangan kasus Rafael dari Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyelidikan.
“Tapi mohon maaf belum dapat kami sampaikan apa saja progresnya, kita lihat saja sepekan ke depan ini,” ujar Nawawi.
Baca juga: MAKI Desak Alexander Marwata Harus Absen dari Rapat KPK Terkait Rafael Alun
Sebelumnya, KPK mengumumkan kasus Rafael Alun telah naik ke tahap penyelidikan. Tindakan itu dilakukan setelah Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK mengklarifikasi harta kekayaannya.
Harta Rafael menjadi sorotan setelah anaknya, mario Dandy Satrio melakukan penganiayaan anak pengurus GP Ansor.
Publik kemudian ramai-ramai menyoroti Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Rafael yang mencapai Rp 56,1 miliar. Jumlah itu dinilai tidak wajar karena Rafael hanya pejabat eselon III.
Di sisi lain, Pusat Pelaporan dan Analaisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus transaksi tak wajar Rafael. Ia diduga menggunakan nominee atau orang lain untuk menyamarkan kekayaan.
PPATK kemudian memblokir lebih dari 40 rekening Rafael, keluarganya, dan sejumlah pihak yang terlibat. Termasuk di antaranya adalah konsultan pajak yang diduga menjadi nominee.
Baca juga: Teman Kuliah Rafael Alun di STAN, Alexander Marwata Pastikan Tak Intervensi Penyidik KPK
PPATK menduga konsultan pajak tersebut melarikan diri ke luar negeri.
Belakangan, PPATK memblokir safe deposit box (SDB) di salah satu bank BUMN milik Rafael yang berisi Rp 37 miliar dalam pecahan mata uang asing. Uang itu diduga berasal dari suap.
“Valuta asing. Kan (PPATK) menduga (uang bersumber dari suap,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/3/2023).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.