JAKARTA, KOMPAS.com - Jika dana gelap diduga hasil pencucian uang tindak kejahatan sampai mengalir dalam ajang pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres) 2024, maka dikhawatirkan para pejabat yang duduk di pemerintahan dan anggota legislatif bakal membuat aturan yang justru menyengsarakan rakyat.
"Misal uang dari narkoba, dari judi online, terus kemudian nyumbang ke partai atau calon presiden, atau calon anggota DPR. Kalau nanti dia jadi jangan harap siapa yang jadi itu disumbang dari narkoba, judi online, atau dari korupsi akan bikin aturan-aturan untuk penguatan pemberantasan korupsi. Tidak akan," kata pakar tindak pidana pencucian uang Yenti Garnasih, seperti dikutip dari program Satu Meja The Forum di Kompas TV, Jumat (17/3/2023).
Menurut Yenti pola untuk mengalirkan uang hasil pencucian uang dari tindak pidana ke dalam kegiatan kampanye Pemilu atau Pilpres biasanya melalui sumbangan perseorangan dengan profil yang mencurigakan.
"Misalnya rekening. Waktu itu ada Rp 1 miliar. Ternyata yang alamatnya (penyumbang) itu di gang yang tidak mungkin. Itu 5 tahun yang lalu. Itu di Sulawesi yang banyak," ucap Yenti.
Baca juga: Bawaslu Ingin Punya Kewenangan Investigasi Akses Masuk Dana Kampanye pada Pemilu 2024
Yenti juga menyinggung sistem deteksi dan pencegahan dalam keuangan partai politik belum mampu mendeteksi sumber dana kampanye apakah legal atau ilegal.
"Kita itu nanti ada pemerintahan yang baru, parlemen yang baru, kalau sampai itu didanai dari hasil kejahatan yang namanya pencucian uang ini, ya sudah enggak ada yang bisa diharapkan," ucap Yenti.
"Apapun yang akan dicanangkan ke depan enggak akan tercapai kecuali memang keinginan dari para penyumbang itu. Sementara penyumbangnya adalah hasil kejahatan," sambung Yenti.
Baca juga: Bawaslu Sebut Anggaran untuk Gaji Pengawas Pemilu Hanya Cukup sampai Oktober
Sebelumnya diberitakan, Plt Deputi Analisis dan Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Danang Tri Hartono menyebut, terdapat sekitar Rp 1 triliun uang yang diduga hasil kejahatan lingkungan mengalir ke partai politik dan politikus dan ditengarai akan digunakan untuk pembiayaan Pemilu dan Pilpres 2024.
"Luar biasa terkait GFC (green financial crime) ini. Ada yang mencapai Rp 1 triliun (untuk) satu kasusnya dan itu alirannya ke mana, ada yang ke anggota partai politik," kata Danang dalam Rapat Koordinasi Tahunan PPATK di Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Baca juga: KPU Tambah Memori Banding Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu
Menurut Danang, kejahatan lingkungan seperti itu, dengan aliran dana semacam ini, bukan dilakukan aktor independen, melainkan secara bersama-sama.
"Ini bahwa sudah mulai dari sekarang persiapan dalam rangka 2024, itu sudah terjadi," tuturnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.