JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum perbankan dan mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein pesimis dengan sistem untuk pencegahan dana ilegal mengalir buat kegiatan pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres).
Sebab menurut Yunus terdapat 3 hal yang membuat dia pesimis aliran dana ilegal bisa dicegah di ajang Pemilu dan Pilpres.
"Saya tidak terlalu optimis dengan sistem pencegahan dalam menyangkut dana pemilu. Sistemnya begitu, enggak menjamin," kata Yunus seperti dikutip dari program Satu Meja The Forum di Kompas TV, Jumat (17/3/2023).
Yunus mengatakan, kelemahan pertama adalah sistem deteksi itu tidak bisa mengenali dana kampanye yang tidak dilaporkan ke dalam rekening khusus partai politik.
Baca juga: Bawaslu Ingin Punya Kewenangan Investigasi Akses Masuk Dana Kampanye pada Pemilu 2024
Menurut Yunus, transaksi yang tercatat di dalam rekening itu hanya yang bersifat formal.
"Sumbangan in natura, sumbangan individu di luar yang dicatat, dilaporkan tidak terlaporkan, tidak tercatat sama sekali. Lebih banyak yang tidak dilaporkan daripada yang dilaporkan," ujar Yunus.
Kelemahan kedua, kata Yunus, terjadi saat proses audit laporan dana kampanye partai politik. Menurut dia akuntan publik kemungkinan besar tidak akan melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap laporan dana kampanye partai politik dan capres-cawapres.
"Kalau ada audit, audit akuntan publik itu tidak menyeluruh. Namanya agreed upon procedure. Hanya item tertentu saja yang dilihat oleh akuntan publik, dengan waktu yang sangat terbatas, sehingga apa yang mau ditemukan?" ucap Yunus.
Baca juga: Bawaslu Sebut Anggaran untuk Gaji Pengawas Pemilu Hanya Cukup sampai Oktober
Kelemahan ketiga, Yunus menyoroti soal tindak lanjut laporan oleh sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) Pemilu. Menurut dia, para penyidik yang terlibat dalam Gakkumdu kemungkinan besar akan mengabaikan laporan tentang dugaan aliran dana ilegal buat kampanye pemilu atau Pilpres karena keterbatasan sumber daya.
"Kalau ada laporan dari PPATK, yang namanya Gakkumdu atau Bawaslu sendiri itu enggak sempat dia menangani itu. Menangani pelanggar Pemilu saja sudah kewalahan, apalagi menangani cuci uang. Enggak sempat," ucap Yunus.
"Waktu sangat terbatas, fokus tidak di situ. Nanti mereka bilang, 'ini saja enggak tertangani, ngapain saya tangani cuci uang dan lain-lain.' Itu fakta. Selama ini enggak pernah terungkap seperti itu," sambung Yunus.
Sebelumnya diberitakan, Plt Deputi Analisis dan Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Danang Tri Hartono menyebut, terdapat sekitar Rp 1 triliun uang yang diduga hasil kejahatan lingkungan mengalir ke partai politik dan politikus dan ditengarai akan digunakan untuk pembiayaan Pemilu dan Pilpres 2024.
Baca juga: Bawaslu Minta Anggaran 2023 Cair Penuh agar Tak Ada Spekulasi Pemilu Ditunda
"Luar biasa terkait GFC (green financial crime) ini. Ada yang mencapai Rp 1 triliun (untuk) satu kasusnya dan itu alirannya ke mana, ada yang ke anggota partai politik," kata Danang dalam Rapat Koordinasi Tahunan PPATK di Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Menurut Danang, kejahatan lingkungan seperti itu, dengan aliran dana semacam ini, bukan dilakukan aktor independen, melainkan secara bersama-sama.
"Ini bahwa sudah mulai dari sekarang persiapan dalam rangka 2024, itu sudah terjadi," tuturnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.