PROSES hukum tingkat pertama perkara kematian 135 orang di Kanjuruhan telah berakhir. Dua orang sipil (Ketua Panpel Arema dan Security Officer Arema) serta tiga polisi (KBO Polres Malang, Kasatsamapta Polres Malang, dan Danki Brimob) telah mendapatkan vonis atas masing-masing perannya.
Dua orang terdakwa sipil malah sudah berkekuatan hukum tetap karena keduanya tidak mengajukan banding dan menerima vonis hakim.
Menariknya dari semua terdakwa, hukuman terberat “hanya” 1,5 tahun penjara, yakni untuk Ketua Panpel Arema dan Danki Brimob. Sedangkan seorang lagi, yakni Security Officer Arema divonis 1 tahun penjara.
KBO Polres Malang dan Kasatsamapta Polres Malang malah divonis bebas. Salah satu pertimbangannya adalah gas air mata yang ditembakan anak buah mereka mengenai korban karena tertiup angin, bukan kesengajaan.
Rangkaian vonis ini tentunya jauh dari rasa keadilan terutama bagi mereka yang kehilangan orang yang dikasihinya.
Orangtua kehilangan anak, anak kehilangan orangtua, mereka yang kehilangan pasangannya, termasuk juga mereka yang kehilangan temannya. Sebanyak 135 nyawa dibayar maksimal 1,5 tahun penjara, bahkan bebas.
Namun jika melihat rangkaian proses hukum, pastinya arah hukuman yang akan keluar sudah sangat bisa diduga.
Saya bahkan melihat proses hukum yang ada sangat lambat karena sampai sebulan lebih, tidak ada perluasan tindak pidana selain kelalaian dan UU Olahraga, termasuk tidak ada tersangka baru.
Bandingkan dengan terungkapnya video mesum Kebaya Merah yang sangat cepat diungkap, dan ini masih Polda yang sama.
Baca juga: Kebaya Merah, Mata Merah Kanjuruhan, dan Ironi Lambatnya Penyidikan
Perjalanan proses hukum Kanjuruhan juga jauh dari serius. Hal ini terbukti sampai habis masa penahanan berkas perkara seakan terseok-seok.
Seorang tersangka, yakni Mantan Dirut PT Liga Indonesia Baru, pun tidak diterima penyerahannya oleh Jaksa sehingga harus dibebaskan demi hukum.
Baca juga: Bebasnya Eks Dirut LIB, Bukti Ketidakseriusan Pengusutan Tragedi Kanjuruhan
Dari rangkaian di atas, maka kita tidak bisa terlalu banyak berharap atas penegakan hukum Tragedi Kanjuruhan.
Maka seharusnya tidak hanya mengandalkan laporan mereka sendiri, melainkan mendorong adanya LP model B, yakni LP dari masyarakat.
Namun sepertinya polisi lebih tertarik untuk LP dari mereka sendiri, karena ketika LP model B hadir, yakni awal November 2022, LP tersebut seakan jalan di tempat.