Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/03/2023, 13:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah emak-emak yang tergabung dalam Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) mengkritik gaya hidup foya-foya aparatur sipil negara (ASN) dengan mencuci baju di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pantauan Kompas.com, sejumlah emak-emak itu mencuci pakaian di dalam ember bekas cat yang ditempeli kertas bertuliskan ‘mafia pajak’, ‘mafia bea cukai’, ‘mafia tanah’, hingga ‘mafia ilegal logging’ dengan gambar tikus.

Tangan mereka tampak berbusa mengucek pakaian di depan Gedung Merah Putih KPK.

“ASN bergaya hidup berfoya-foya dari meningkatkan pembangunan dan hasil pajak rakyat,” kata Sekretaris Nasional (Seknas) SPRI Dika Moehammad dalam keterangannya, Kamis (16/3/2023).

Baca juga: Kasus Rafael Alun, Kemenkeu Diminta Perkuat Pengawasan Internal

Menurut Dika, masyarakat mengetahui bahwa pajak merupakan pondasi pendapatan negara. Pajak merupakan pungutan yang bersifat memaksa setiap tahun.

Masyarakat, kata dia, harus menyisihkan pendapatannya yang tidak seberapa untuk membayar pajak penghasilan.

“Ini merupakan ironi di negara kita ketika sebagian besar rakyat masih hidup kekurangan, sebagian kecil yang lain mempertontonkan kemewahan,” ujar Dika.

Dika dan koleganya menduga, gaya hidup mewah ASN itu merupakan bentuk illicit enrichment atau peningkatan kekayaan secara tidak sah.

Ia memandang, perlu ada tindakan hukum untuk membongkar kejahatan dalam pengelolaan pajak dan cukai di Indonesia.

“Kami menduga, gaya hidup mewah dan ASN tersebut sebagai bagian dari illicit enrichment,” tuturnya.

Baca juga: Kemenkeu Kantongi 134 Nama Pegawai Pajak Punya Saham Atas Nama Istri

Dika menilai, keadaan ini semakin mempertegas bahwa revolusi di sistem birokrasi ASN harus dilakukan, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang beberapa waktu terakhir menjadi sorotan.

Pihaknya memandang, upaya sistematis dan terukur harus dilakukan untuk menyingkirkan penjahat.

“Para bandit pajak dan cukai yang menggarong uang rakyat harus ditindak secara tegas,” ujarnya.

Lebih lanjut, Dika meminta Kemenkeu harus dibenahi secara struktural mulai dari hulu hingga hilir.

Bersih-bersih di situ tidak cukup hanya dilakukan terhadap dua orang yang belakangan menjadi sorotan.

Pihaknya pun menuntut agar Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo dicopot.

“Oleh karena itu, mencopot Dirjen Pajak adalah kesungguhan reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan,” tutur Dika.

Baca juga: Mantan Kepala PPATK Nilai Ada Dua Faktor yang Bikin KPK Belum Usut TPPU Rafael Alun

Diketahui, Kementerian Keuangan menjadi sorotan setelah anak eks Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo, Mario Dandy Satrio, melakukan penganiayaan.

Mario diketahui kerap memamerkan barang mewah, seperti mobil Rubicon senilai miliaran rupiah dan Harley-Davidson, di media sosial.

Kekayaan Rafael sebesar Rp 56,1 miliar pun disorot karena dinilai tidak sesuai dengan pendapatannya sebagai pejabat eselon III.

Setelah itu, perhatian publik meluas dan mengkritik sejumlah pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan yang bergaya hidup mewah.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Survei Litbang “Kompas”: Presiden yang Dukung Partai-Kandidat Tertentu Saat Pemilu Dinilai Tak Netral

Survei Litbang “Kompas”: Presiden yang Dukung Partai-Kandidat Tertentu Saat Pemilu Dinilai Tak Netral

Nasional
Tunggu Luhut Pulang ke Indonesia, Sidang Haris Azhar dan Fatia Ditunda

Tunggu Luhut Pulang ke Indonesia, Sidang Haris Azhar dan Fatia Ditunda

Nasional
Jubir MK Tegaskan Gugatan Sistem Pemilu Baru di Tahap Penyerahan Kesimpulan, Belum Bahas Keputusan

Jubir MK Tegaskan Gugatan Sistem Pemilu Baru di Tahap Penyerahan Kesimpulan, Belum Bahas Keputusan

Nasional
Jokowi Ucapkan Selamat ke Erdogan yang Kembali Terpilih Jadi Presiden Turkiye

Jokowi Ucapkan Selamat ke Erdogan yang Kembali Terpilih Jadi Presiden Turkiye

Nasional
Bantah Denny Indrayana, MA Sebut Majelis PK Moeldoko Belum Dibentuk

Bantah Denny Indrayana, MA Sebut Majelis PK Moeldoko Belum Dibentuk

Nasional
Indonesia Resmi Miliki 2 Kapal Penyapu Ranjau Laut, Dijemput KSAL di Jerman

Indonesia Resmi Miliki 2 Kapal Penyapu Ranjau Laut, Dijemput KSAL di Jerman

Nasional
Tak Penuhi Panggilan KY, Ketua PN Jakarta Pusat Dipanggil Ulang Besok

Tak Penuhi Panggilan KY, Ketua PN Jakarta Pusat Dipanggil Ulang Besok

Nasional
Survei Litbang “Kompas”: Presiden yang Tak Netral pada Pemilu Dinilai Berpotensi Menyeleweng

Survei Litbang “Kompas”: Presiden yang Tak Netral pada Pemilu Dinilai Berpotensi Menyeleweng

Nasional
KY Panggil Ketua PN Jakpus dan Hakim yang Putuskan Penundaan Pemilu

KY Panggil Ketua PN Jakpus dan Hakim yang Putuskan Penundaan Pemilu

Nasional
Gubernur Bali: 129 Wisman Dideportasi dari Januari hingga Mei 2023

Gubernur Bali: 129 Wisman Dideportasi dari Januari hingga Mei 2023

Nasional
Tanggal 1 Juni 2023 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Juni 2023 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': 36 Persen Responden Tak Yakin Jokowi Netral Saat Masa Kampanye

Survei Litbang "Kompas": 36 Persen Responden Tak Yakin Jokowi Netral Saat Masa Kampanye

Nasional
Wakil Ketua KPK soal Beda Tafsir Putusan MK: Presiden Akan Terbitkan Keppres Perubahan

Wakil Ketua KPK soal Beda Tafsir Putusan MK: Presiden Akan Terbitkan Keppres Perubahan

Nasional
Denny Indrayana Mengaku Dapat Informasi Putusan Pemilu Proporsional Tertutup Bukan dari Hakim MK

Denny Indrayana Mengaku Dapat Informasi Putusan Pemilu Proporsional Tertutup Bukan dari Hakim MK

Nasional
37 WNI Korban Perusahaan 'Online Scam' di Laos Kembali ke Indonesia

37 WNI Korban Perusahaan "Online Scam" di Laos Kembali ke Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com