JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menilai, ada dua faktor yang membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo.
Menurut Yunus, faktor pertama adalah pola kepemimpinan KPK yang kolektif kolegial sehingga bisa saja pimpinan KPK belum satu suara untuk mengusut kasus TPPU Rafael.
"Kan mereka pimpinannya kolektif kolegial, seringkali semuanya harus setuju kan, enggak boleh ada yang enggak setuju, it takes time," kata Yunus dalam acara Gaspol! Kompas.com, Selasa (14/3/2023).
Faktor kedua, lanjut Yunus, KPK bisa saja menganggap laporan hasil analisis (LHA) PPATK sebagai bahan pengaduan masyarakat yang masih mentah.
Padahal, menurut dia, LHA PPTK merupakan dokumen yang hampir matang karena penyusunannya melibatkan analis yang terdidik dan terlatih serta diperkaya oleh informasi dari berbagai pihak.
Ibarat pemain sepak bola, kata Yunus, PPATK adalah seorang gelandang yang bertugas mengirimkan umpan kepada penyidik KPK, Kepolisian dan Kejaksaan selaku striker atau penyerang.
"Umpannya bisa bagus, bisa enggak, tapi kalau umpan bagus kan harusnya enggak usah banyak gocek-gocek langsung gol," kata Yunus.
"(Kecuali) banyak goreng-goreng taunya masuk angin, repotnya itu," imbuh dia.
Yunus melanjutkan, gaya hidup mewah yang dipamerkan oleh keluarga Rafael semestinya bisa menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk menemukan dugaan tindak pidana korupsi melalui lifestyle analysis.
"Mumpung dia flexing, mengaku, misalnya dia ketahuan dia mewah benar tasnya ratusan juta, mobilnya ratusan juta, jalannya ke mana-mana ke luar negeri, jadi suatu pengakuan dan petunjuk bahwa ada sumber yang tidak sah," kata dia.
Ia menuturkan, analisis gaya hidup pernah digunakan untuk membongkar praktik spionase seorang mata-mata Rusia bernama Aldrich Ames yang menyusup ke lembaga intelijen Amerika Serikat.
Baca juga: GASPOL! Hari Ini: Eks Ketua PPATK Bongkar 30 Orang Geng Lama Rafael Alun di Ditjen Pajak
Ketika itu, pihak Amerika Serikat menelusuri asal-usul kekayaan Ames yang diakui berasal dari mertuanya, tetapi tidak terbukti.
"Dari lifestyle dia terungkap, dia sebenarnnya double agent, diproses dihukum seumur hidup karena pengkhianatan. Ini contoh lifestyle analysis bisa membongkar kasus yang berat sekali seperti itu," ujar Yunus.
Kekayaan Rafael disorot setelah salah satu anaknya, Mario Dandy Satrio (20), menjadi tersangka penganiayaan terhadap D (17).
Baca juga: Rafael Alun Trisambodo Disebut sebagai Anggota Geng Lama di Ditjen Pajak yang Masih Beraksi
Gaya hidup Mario kemudian menjadi sorotan karena dia kerap memamerkan sejumlah kendaraan mewah seperti mobil dan sepeda motor besar.
Selang beberapa waktu kemudian, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa Rafael terendus melakukan transaksi "yang agak aneh".
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menduga Rafael menggunakan nominee atau orang lain untuk membuka rekening dan melakukan transaksi.
PPATK pun telah mengirimkan hasil analisis transaksi mencurigakan Rafael ke KPK sejak 2012.
“Signifikan tidak sesuai profile yang bersangkutan dan menggunakan pihak-pihak yang patut diduga sebagai nominee atau perantaranya,” kata Ivan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.