JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai harus bergerak cepat buat segera menyidik dugaan harta tak wajar pejabat dan transaksi mencurigakan sejumlah pegawai di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Jadi artinya, kalau kita kaitkan juga dengan gambar yang besar, kemarin ada angka 300 yang disampaikan Pak Mahfud, memang sudah saatnya kita masuk ke penyidikan. Jangan terlalu lama, nanti capek juga kita ya kan, nanti hanya wacana-wacana,” kata mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, seperti dikutip pada Selasa (14/3/2023).
Saut mengatakan, laporan hasil analisis (LHA) tentang harta tak wajar pejabat dan transaksi mencurigakan sejumlah pengawai Kemenkeu yang disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bisa dilanjutkan ke dalam tahap penyidikan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), tanpa perlu membuktikan terlebih dulu kejahatan utamanya (predicate crime).
Baca juga: Pejabat Pajak Wahono Saputro Bungkam Usai 7 Jam Jalani Klarifikasi Kekayaan di KPK
"Kalau itu informasinya dari PPATK dan itu barang udah matang, enggak sulit untuk kemudian itu di-TPPU-kan. Kita punya Pasal 69, enggak perlu penjelasan predicate crime. Pokoknya kalau dia enggak bisa buktikan dari mana, sudah itu TPPU,” ucap Saut.
Saut menilai KPK selama ini sudah cukup melakukan upaya pencegahan. Sehingga, lanjut dia, ketika terkuak ada sejumlah pejabat yang diduga mempunyai harta tak wajar sudah patut diusut dan bahkan disidik.
“Walaupun kemudian pasti kita bisa bayangkan itu dari mana itu asalnya. Nanti bisa nampak belakangan, apakah itu umpamanya gratifikasi, atau kemudian itu suap, dan lain-lain, itu belakangan,” ujar Saut.
Baca juga: KPK Bakal Tindak Lanjuti Safe Deposit Box Berisi Rp 37 M Rafael yang Diblokir PPATK
Sebelumnya diberitakan, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengklarifikasi temuan transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di Kemenkeu.
Menurut Ivan, transaksi mencurigakan dengan jumlah besar itu bukan dugaan korupsi yang dilakukan pegawai Kemenkeu, tetapi kasus perpajakan dan kepabeanan yang dilaporkan lembaganya ke Kemenkeu selaku penyidik tindak pidana asal pencucian uang.
"Perlu dipahami bahwa ini bukan tentang adanya abuse of power atau pun korupsi dari pegawai Kementerian Keuangan," kata Ivan dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (14/3/2023).
"Tapi ini lebih kepada fungsi Kemenkeu yang menangani kasus-kasus tindak pidana asal yang menjadi kewajiban kami, pada saat PPATK melakukan hasil analisis, kami sampaikan kepada Kemenkeu untuk ditindaklanjuti," ucap Ivan.
Baca juga: Istrinya Kerap Pamer Kekayaan, Kepala BPN Jaktim Dipanggil Kementerian ATR/BPN
Kendati demikian, Ivan tidak menampik jika pihaknya menemukan kasus lain yang menyangkut pegawai Kemenkeu.
Jumlahnya, kata dia, tidak besar dan langsung ditangani dengan baik oleh Kemenkeu.
"Tapi memang ada satuan-satuan kasus yang kami koordinasikan kami diperoleh langsung dari Kemenkeu terkait dengan pegawai, lalu kemudian kami temukan sendiri terkait pegawai tapi itu nilainya sangat minim, dan itu ditangani oleh Kemenkeu sangat baik," ujar Ivan.
Kasus dugaan harta tak wajar pejabat Kemenkeu mencuat setelah perkara penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio (20), terhadap D (17). Mario adalah anak dari mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo.
Baca juga: Saat Rafael Alun Trisambodo Rajin Cek “Deposit Box” tapi Tak Pernah Jenguk Mario Dandy ke Penjara
Kejanggalan harta kekayaan Rafael terkuak setelah jejak Mario yang kerap memamerkan kendaraan mewah di media sosial terungkap usai perkara penganiayaan.
Setelah itu Rafael dicopot dan dipecat dari Kemenkeu. Dia juga dimintai keterangan oleh KPK terkait kepemilikan harta jumbo.
Usai kasus Rafael, sejumlah pejabat di Bea Cukai dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) gantian dimintai keterangan oleh KPK terkait dugaan harta tak wajar.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.