JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengirimkan permohonan jadi amicus curiae (sahabat pengadilan) bagi lima terdakwa kasus klitih anak anggota DPRD Kebumen.
Mereka berharap, kelima terdakwa diputus tak bersalah di tingkat kasasi.
Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan mengatakan, pihaknya telah bertemu dengan pihak Mahkamah Agung agar amicus curiae yang diajukan bisa jadi pertimbangan untuk putusan kasasi kasus ini.
"Kami sudah sempat bertemu dengan MA, waktu itu kami sudah membahas ini agar amicus curiae yang masuk dari kami dipertimbangkan dalam putusan kasasinya agar diputuskan divonis tidak bersalah," ujar Hari saat menerima keluarga terdakwa di Kantor Komnas HAM, Rabu (8/3/2023).
Baca juga: Sering Didatangi Polisi, Keluarga Terpidana Kasus Klitih Gedongkuning Merasa Terintimidasi
Hari juga menyebut, hasil penyelidikan Komnas HAM menjadi dasar untuk amicus curiae dalam upaya terpidana mengajukan kasasi.
Temuan penyelidikan itu, kata Hari, menjelaskan adanya fakta rekayasa kasus terhadap kelima terpidana ini.
"Karena dari kami melihat fakta-fakta yang ada itu memang ada rekayasa kasus. Itu yang dijadikan standar komnas HAM," ujar dia.
Adapun kasus klitih itu terjadi di daerah Gedongkuning, Yogyakarta pada Minggu (13/4/2023).
Ditreskrimum Polda DIY Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan, korban dihantam gir motor di bagian kepala yang menyebabkan luka fatal sehingga meninggal dunia.
Baca juga: Orangtua Terdakwa Klitih yang Tewaskan Anak Anggota DPRD Kebumen Laporkan Hakim ke KY
Polisi kemudian merilis penangkapan lima orang perlaku yang disebut terlibat dalam kasus itu, yaitu Ryan Nanda Syahputra (19), Fernandito Aldrian Saputra (18), Muhammad Musyaffa Affandi (21), Hanif Aqil Amrulloh (20), dan Andi Muhammad Husein Mazhahiri (20).
Dugaan salah tangkap dan disiksa polisi terkait penyiksaan aparat kepolisian dalam kasus klitih ini diketahui Komnas HAM dari aduan keluarga tersangka pada 8 Juni 2022.
Keluarga merasa ada kejanggalan dari penetapan tersangka karena dinilai ada dugaan kekerasan dan pemaksaan agar para tersangka mengaku sebagai pelaku.
Beberapa kejanggalan diungkap oleh orangtua terdakwa Andi yang bernama Aan.
Ia mengatakan, anaknya bukanlah pelaku klitih di Gedongkuning yang menewaskan satu orang bernama Dafa Adzin Albasith, pelajar SMA Muhammadiyah 2 yang diketahui anak anggota DPRD Kebumen.
"Anak kami bukan pelaku, anak kami juga korban. Korban ketidakadilan, korban salah tangkap, di sini kami orangtua melihat adanya dugaan rekayasa kasus," kata Aan saat ditemui di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Jumat lalu (3/11/2022).
Baca juga: Waspada Klitih, Begini Tips Berkendara Aman di Malam Hari bagi Wanita
Aan menceritakan, dugaan salah tangkap dan rekayasa kasus bermula saat anaknya dan 4 orang rekannya melakukan perang sarung di daerah Druwo, Jalan Prangtritis.
Perang sarung dilakukan oleh anaknya yang berinisial AD dengan kawan lainnya pada pukul 02.30 WIB.
"Pada saat yang bersamaan terjadi penganiayaan di Gedongkuning yang waktu itu viral pada tanggal 3 April 2022. Apalagi, di Gedongkuning berjarak sekitar 8 km," ucap dia.
Anaknya itu kemudian dijemput oleh polisi seminggu setelah kejadian penganiayaan di Gedongkuning, Kota Yogyakarta.
Namun, saat penjemputan, Aan merasa ada kejanggalan yakni dia tidak diperbolehkan untuk momotret surat penangkapan dari pihak kepolisian.
"Ketika saya foto tidak boleh begitu tetapi polisi seolah-olah kayak ada serah terima surat begitu. Saya difoto oleh polisi untuk dokumentasi, tapi ketika suratnya saya minta itu enggak boleh dan saya memang agak kurang tahu persis isinya," tutur dia.
Kejanggalan lain, menurut dia, yakni sang anak dibawa oleh polisi, dia diperbolehkan menyusul oleh polisi yang membawa anaknya.
Satu jam setelahnya, Aan menyusul ke kantor polisi. Namun, saat dia menyusul justru diminta untuk pulang.
"Tapi oleh polisi disuruh pulang ya itu polisi juga mengatakan 'Belum selesai Bu pemeriksaannya. Ibu pulang saja mungkin masih lama sampai tengah malam. Aman kok Bu, polisi zaman sekarang enggak kayak zaman dulu'," ucap dia menirukan perkataan polisi saat itu.
Baca juga: Marak Klitih di Yogyakarta, Begini Tips Berkendara yang Aman
Anaknya ditangkap polisi pada 9 April 2022 malam. Dia menyusul keesokan harinya ke kantor polisi dan kembali diminta untuk pulang. Namun, sesampainya di rumah, dia diberi 3 surat oleh polisi.
"Tengah malam polisi langsung memberi surat tiga macam. Surat pemeriksaan, surat penangkapan, surat penetapan tersangka dan penahanan," ujar dia.
Di Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta, kelima terdakwa divonis 6-10 tahun penjara pada 8 November 2022.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.