JAKARTA, KOMPAS.com - Publik tengah menyoroti tingkah laku oknum pejabat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang bergaya hidup mewah dengan penghasilan diduga berasal dari uang "panas".
Oknum pejabat kerap diduga menggunakan nominee atau nama orang terdekat untuk melakukan transaksi perbankan hingga membeli aset.
Nominee merupakan modus yang kerap digunakan pelaku tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk menyamarkan harta hasil kejahatan.
Terkini, publik dihebohkan dengan nama Rafael Alun Trisambodo, seorang pejabat eselon III di Ditjen Pajak yang memiliki harta kekayaan sebesar Rp 56,1 miliar. Kekayaannya disorot setelah anaknya, Mario Dandy menganiaya anak pengurus GP Ansor.
Baca juga: PPATK Blokir Puluhan Rekening Rafael Alun, Istri, dan Mario Dandy
Mario diketahui kerap memamerkan gaya hidup mewah. Salah satunya yang dipamerkan adalah Jeep Wrangler Rubicon.
Adapun mobil Rubicon ini juga menjadi barang bukti penganiayaan anak pengurus GP berinisial D (17) di bilangan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, pada Senin (20/2/2023). Rubicon dengan nomor polisi B 2581 PBP yang kerap dipamerkan menjadi pertanyaan lantaran harta kekayaan Rafael dinilai tidak sesuai dengan profilnya sebagai pegawai pajak.
Kepemilikan Jeep Wrangler Rubicon ini pun turut diselisik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, Rafael mengaku mobil mewah itu sudah dijual kepada kakaknya.
Baca juga: Kasus Rafael, Nilai Transaksi di 40 Rekening Diblokir Capai Rp 500 M
"Kami percaya apa enggak? Ya, enggak," kata Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, Kamis (1/3/2023).
"Kan dia ngomong begitu, kami cek nanti banknya, benar enggak? Kalau dia beli, ada uang keluar, benar enggak? Kalau dia jual lagi ke kakaknya, ada uang masuk," lanjut Pahala.
Pahala membenarkan pengakuan Rafael bahwa Rubicon itu bukan miliknya. Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) Rubicon tersebut bukan atas nama Rafael.
Adapun nama yang tercantum dalam STNK dan BPKB Jeep Rubicon itu juga bukan nama kakaknya, melainkan seseorang bernama Ahmad Saefudin (38).
Temuan itu justru semakin janggal. Pasalnya, alamat Saefudin yang tertera pada STNK dan BPKB Jeep Rubicon tersebut berada di dalam gang di kawasan Mampang, Jakarta Selatan.
Baca juga: KPK Kantongi 2 Nama Eks Pegawai DJP yang Diduga Jadi Nominee Rafael
Saefudin tercatat pernah tinggal di salah satu rumah kontrakan yang terletak di Gang Jati, RT 01 RW 01, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Pantauan Kompas.com di lokasi, kontrakan seluas sekitar 3x4 meter itu tampak sesak karena hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki atau menaiki kendaraan roda dua.
Berdasarkan fakta terbaru, Pahala Nainggolan mengatakan, KPK sudah mengetahui bahwa Saefudin merupakan cleaning service saat timnya terjun ke lapangan.
“Waktu timku ke lapangan fakta ini sudah kami dapatkan,” kata Pahala saat dihubungi, Jumat (3/3/2023).
Terkini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membekukan transaksi janggal pada puluhan rekening terkait Rafael Alun mencapai lebih dari Rp 500 miliar.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, jumlah keseluruhan rekening yang diblokir lebih dari 40. Adapun nilai Rp 500 miliar itu terkait bukanlah nilai dana, melainkan nilai mutasi rekening mulai dari 2019 sampai 2023.
Baca juga: Asal-usul Rubicon Milik Rafael Alun, Belum Balik Nama dan Disebut Dijual ke Kakaknya
"Itu mutasi rekening pada rekening yang kami bekukan. Bukan nilai dana. Itu hanya terkait RAT dan pihak-pihak yang kami duga terkait (individu atau badan hukum)," kata Ivan saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/3/2023).
Ivan turut membenarkan bahwa rekening yang diblokir termasuk atas nama istri Rafael, Ernie Meike Torondek, dan anak-anak Rafael termasuk Mario Dandy Satrio.
PPATK sebelumnya juga telah membekukan sejumlah rekening nasabah yang diduga menjadi nominee Rafael. Salah satu di antaranya adalah konsultan pajak.
Hingga kini, KPK dan PPATK masih mendalami dugaan adanya kepemilihan harta kekayaan Rafael Alun yang dinilai tidak wajar.
Sebelum nama Rafael Alun mencuat, ada juga nama eks Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (DP2) Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji yang hingga kini masih berurusan dengan proses hukum.
Angin Prayitno disebut membeli tiga bidang lahan di sejumlah wilayah di Indonesia seperti di Serpong, Bogor, Bandung, Yogyakarta dan Majalengka menggunakan nama H Fatoni, seorang pedagang batu cincin.
Hal itu terungkap dari keterangan Fatoni yang dihadirkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (8/3/2023).
Fatoni dihadirkan jaksa KPK sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan TPPU dan gratifikasi terkait pengurusan pajak di Ditjen Pajak yang menjerat Angin Prayitno.
Dalam kasus ini, Angin Prayitno Aji didakwa menerima gratifikasi Rp 29.505.167.100 atau Rp 29,5 miliar dari 6 perusahaan dan 1 perorangan. Jaksa KPK meyebut 7 pihak yang memberi gratifikasi seluruhnya sejumlah Rp 29.505.167.100 kepada Angin Prayitno merupakan para wajib pajak.
Saat menjabat sebagai Direktur P2, Angin Prayitno mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan wajib pajak. Ia memerintahkan bawahannya, Kasubdit dan Supervisor Tim Pemeriksa Pajak untuk menerima fee dari para wajib pajak yang diperiksa Tim Pemeriksa Pajak.
Baca juga: Jaksa Bongkar Jejak Operasi Cuci Uang Angin Prayitno Aji: Beli Lahan Atas Nama Orang Lain
Kemudian, fee yang diperoleh itu dibagikan untuk pejabat struktural dengan jatah terbesar untuk Angin Prayitno dan para kasubdit, yakni 50 persen. Sementara itu, 50 persen sisanya dibagikan kepada Tim Pemeriksa
Di sisi lain, Angin Prayitno diduga mengubah bentuk uang hasil tindak pidana korupsinya menjadi 101 bidang tanah dan bangunan, 1 apartemen, dan 1 mobil.
Dalam operasi pencucian uang itu, Angin Prayitno menggunakan nama orang lain bernama H. Fatoni, kelima anak H. Fatoni, menantu, adik ipar, hingga keponakannya.
Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Angin Prayitno dengan Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Jaksa juga mendakwa Angin Prayitno dengan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.