JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta supaya Polri segera mendirikan direktorat khusus buat penanganan kasus yang dialami perempuan dan anak.
Mereka juga berharap penanganan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan dilakukan berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
"Saat ini kita masih terus mendorong percepatan aturan turunan dari UU TPKS, serta penguatan institusi di tingkat kepolisian dengan mendirikan direktorat terpisah untuk penanganan kasus perempuan dan anak, serta penguatan lembaga-lembaga pengadaan layanan," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani saat ditemui di acara Peluncuran Buku Catatan Tahunan (Catahu), Jakarta Pusat, Selasa (7/3/2023).
Baca juga: Komnas Perempuan Beberkan Alasan Pengaduan Kekerasan terhadap Perempuan Berkurang
Selain itu, kata Andy, Komnas Perempuan mencatat pengaduan oleh perempuan yang berhadapan dengan hukum masih terjadi.
"Kriminalisasi masih dihadapi oleh perempuan yang melaporkan kasusnya, maupun para perempuan pembela HAM yang melakukan pendampingan kepada korban," ujar Andy.
Dalam catatan tahunan Komnas Perempuan, terdapat 1.697 laporan kekerasan seksual yang dilakukan secara daring (online).
Baca juga: Jokowi Bertemu Komnas Perempuan, Bahas UU TPKS Hingga Perlindungan untuk Perempuan Pekerja
Dari laporan tersebut, 48 persen atau 821 pelaku merupakan orang yang memiliki hubungan personal dengan korban.
"Terutama oleh pacar dan mantan pacar," ucap Andy.
Menurut Andy, pengaduan kasus kekerasan perempuan pada 2022 berjumlah 457.895. Sedangkan tahun sebelumnya mencapai 459.094 pengaduan.
"Laporan secara umum (berkurang) tapi bukan di Komnas Perempuan, berkurang di laporan layanan tapi sebenarnya turunnya nggak terlalu besar ya," ujar Andy.
Baca juga: Catatan Tahunan Komnas Perempuan: Kasus Kekerasan di Ranah Personal Masih Jadi Laporan Tertinggi
Andy mengatakan, penurunan laporan didapat dari lembaga pengadaan layanan yang merupakan swadaya masyarakat.
Dia menyebut, aduan yang berkurang bukan karena animo masyarakat yang berkurang. Namun, keterbatasan akses yang membuat laporan tersebut sulit dilakukan.
"Animo masyarakat masih ingin melaporkan cukup tinggi, hanya aksesnya mungkin. Kalau kita lihat tahun ini hanya 27 provinsi, tahun lalu itu lebih banyak," ucap Andy.
(Penulis : Singgih Wiryono | Editor : Bagus Santosa)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.