JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maxi Rein Rondonuwu menyoroti naiknya kasus obesitas di seluruh dunia.
Ia menyebut, 1 dari 5 wanita akan hidup dengan obesitas pada tahun 2030.
Peningkatan pada wanita lebih besar ketimbang pada pria yang diprediksi 1 dari 7 pria akan obesitas pada tahun 2030.
"Pada tahun 2030 diperkirakan 1 dari 5 wanita dan 1 dari 7 pria akan hidup dengan obesitas. Jadi setara dengan 1 miliar orang di seluruh dunia," kata Maxi konferensi pers Hari Obesitas Sedunia secara daring, Senin (6/3/2023).
Baca juga: Stres Bisa Memicu Obesitas, Kok Bisa?
Maxi menuturkan, prevalensi obesitas makin lama makin meningkat pada wanita. Tingginya prevalensi obesitas menjadi beban ganda di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Sebab, negara mengalami dua masalah sekaligus, yakni malnutrisi atau kekurangan gizi ekstrem pada penduduk yang menyebabkan stunting, sekaligus adanya kelebihan makan sehingga obesitas.
Tercatat dalam kurun waktu 10 tahun, terjadi peningkatan obesitas yang cukup signifikan dari 10,5 persen di tahun 2007 menjadi 21,8 persen tahun 2018.
"Jadi prevalensi obesitas makin lama meningkat dan paling banyak pada wanita. Tadi dikatakan 1 dari 5 wanita diperkirakan tahun 2030 akan obesitas. Saya kira menjadi beban ganda di negara berkembang," ucap Maxi.
Baca juga: Wamenkes Singgung soal Kelainan Genetik pada Bayi Obesitas Kenzi di Bekasi
Maxi menjabarkan, obesitas digolongkan sebagai penyakit yang perlu intervensi secara komprehensif.
Pasalnya, obesitas mampu menjadi faktor risiko terhadap penyakit tidak menular lainnya, seperti diabetes, jantung, kanker, hipertensi, dan penyakit metabolik maupun non metabolik.
Penyakit ini kata Maxi, berkontribusi sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Tercatat, biaya kesehatan di Indonesia juga habis paling banyak untuk penyakit-penyakit tidak menular itu.
"Selain memberikan dampak kepada PTM, obesitas berdampak pada kerugian ekonomi yang dipicu oleh biaya perawatan. Komorbid obesitas atau PTM memang memerlukan biaya tidak sedikit," jelas Maxi.
Baca juga: 8 Penyebab Asam Lambung Naik, Merokok, Obesitas, hingga Stres
Oleh karena itu kata Maxi, Kemenkes terus berupaya melakukan intervensi serius untuk menurunkan dan menahan laju obesitas. Namun kata Maxi, hal ini tidak bisa bekerja sendirian.
Dalam penerapan kadar gula garam lemak (GGL) pada makanan dan makanan siap saji misalnya, perlu pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sementara itu, penerapan barang kena cukai (BKC) untuk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) butuh kerja sama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Nanti kita akan ada pertemuan dengan BPOM bicarakan ini setiap bulan untuk implementasi gula garam lemak. Pengawasannya ada di BPOM untuk GGL ada standarnya yang saya kira harus dipatuhi,", jelas Maxi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.