JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan mengeluarkan rekomendasi hasil penyelidikan kasus gagal ginjal akut akibat obat sirup.
"Kemungkinan minggu depan kita sudah akan keluarkan rekomendasi kita," ujar Komisioner Bidang Pengaduan Komnas HAM Hari Kurniawan saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (3/3/2023).
Hari mengatakan, Komnas HAM sudah memeriksa sejumlah pihak yang diduga terlibat dan bertanggung jawab atas kasus tersebut.
Baca juga: Dinilai Lambat Tangani Kasus HAM di Papua, Komnas HAM Beralasan Kurang Anggaran
Pihak yang diperiksa termasuk instansi pemerintah seperti Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Terus RSCM juga kita sudah periksa, kemudian beberapa perusahaan farmasi juga kita periksa," ujar Hari.
Dia mengatakan, pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mendapatkan data investigasi dalam penyusunan rekomendasi.
Pemeriksaan juga dilakukan kepada penyidik Bareskrim yang menangani kasus pidana ini.
"Terutama labfornya, jadi diceritakan bagaimana labfor menemukan adanya kandungan EG (etilen glikol) dan DEG (dietilen glikol) di situ," ucap Hari.
Setelah disusun kesimpulan, Hari mengatakan, rekomendasi akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo dan para pihak terkait, seperti DPR-RI dan Kementerian Kesehatan.
Baca juga: Ada Kasus Baru Gagal Ginjal, Kemenkes Minta Tak Gunakan Obat Sirup yang Belum Aman
Kasus gagal ginjal mencuat sejak tahun lalu yang disebabkan oleh keracunan obat sirup mengandung zat kimia berbahaya etilen glikol dan dietilen glikol (EG/DEG).
Zat kimia berbahaya ini sejatinya tidak boleh ada dalam obat sirup, tetapi cemarannya kemungkinan ada karena zat pelarut tambahan yang diperbolehkan di dalam obat sirup, yakni propilen glikol, polietilen glikol, gliserin/gliserol, dan sorbitol.
Cemaran ini tidak membahayakan sepanjang tidak melebihi ambang batas.
Data Kemenkes hingga 5 Februari 2023 mencatat, 326 kasus gagal ginjal yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Jumlah korban yang meninggal akibat kasus ini mencapai 204 orang.
Tak berhenti sampai situ, para korban menggungat Kemenkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta beberapa perusahaan farmasi maupun distributor yang tidak memenuhi ketentuan.
Mereka menganggap Kemenkes dan BPOM lalai dan menuntut biaya ganti rugi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.