JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengaku kesulitan mendapat pembaruan hasil investigasi kerusuhan di Wamena 23 Februari 2023 karena internet di lokasi tersebut mati.
Komisioner bidang Pengaduan Komnas HAM Hari Kurniawan mengatakan, internet di tempat tersebut mati, padahal digunakan untuk proses laporan investigasi terbaru dari Komnas HAM perwakilan Papua.
"Bahkan ketika kita rapat pun, mereka (perwakilan Komnas HAM Papua) kehilangan sinyal, jadi gimana kita dapat informasi update?" ujar Hari saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jumat (3/3/2023).
Baca juga: Internet di Wamena Mati Pasca Kerusuhan, Mahasiswa Papua Resah Kabar Keluarga
Dia mengatakan, dua minggu setelah peristiwa berdarah itu berlalu sinyal masih belum stabil sehingga menghambat kerja Komnas HAM untuk mendalami kasus tersebut.
"Kita belum dapat update karena tadi, sinyal hilang itu," imbuh Hari.
Sinyal internet yang dimatikan juga dirasakan langsung oleh koordinator Front Mahasiswa Papua Rudy Kogoya.
Tak ada akses internet membuat keresahan karena banyak aktivitas yang tak bisa dilakukan seperti mengirimkan uang saku untuk mahasiswa rantau seperti dirinya.
"Jadi kami mau telepon ke orangtua, mau SMS atau kirim uang itu sulit karena internet mati," ucap Rudy.
Baca juga: Tewaskan 12 Orang, Ini 5 Fakta Kerusuhan di Wamena
Rudy membenarkan gangguan internet di Wamena terjadi pasca kasus kerusuhan yang menewaskan 12 warga sipil.
Dia juga menyebut pemutusan akses internet adalah cara pemerintah untuk membatasi ruang gerak informasi warga dan seringkali dilakukan jika terjadi konflik kekersan.
"Di sana itu internet gangguan karena kasus penembakan (di Wamena) ini, dan ini sudah lagu lama sering terjadi kalau ada konflik ruang demokrasi dan internet dipadamkan," imbuh dia.
Terkait kerusuhan Wamena, Kapolda Papua Irjen Marhius D. Fakhiri yang menyebut kerusuhan muncul karena isu penculikan anak.
Isu tersebut juga membuat 13 rumah toko (ruko) dan 2 rumah warga dibakar massa.
Baca juga: Kerusuhan Wamena, Isu Penculikan Anak, dan Kredibilitas Polri
“Kericuhan di Wamena dipicu hoaks atau isu yang tidak benar tentang penculikan anak di bawah umur," kata Fakhiri di Mimika, Papua Tengah, Jumat (24/2/2023).
"Hal inilah yang direspons Polres Jayawijaya untuk menghentikan aksi main hakim sendiri sesuai instruksi saya untuk menindaklanjuti isu yang tidak benar yang beredar di tengah masyarakat. Akan tetapi situasi yang terjadi malah berbalik," kata Fakhiri.
Menurut dia, pada awalnya polisi hanya ingin menghentikan upaya main hakim sendiri oleh sejumlah warga yang menuduh dua pedagang sebagai pelaku penculikan anak.
Namun, ada sekelompok massa yang tiba-tiba datang dan membuat situasi tidak terkendali sehingga aparat keamanan terpaksa melakukan tindakan tegas.
Menurut Fakhiri, aparat di lapangan kewalahan menghadapi massa yang beringas dan tidak terkendali serta bersikap anarkistis.
Hingga akhirnya kerusuhan pecah. Kerusuhan pun tak terhindarkan dan membuat 12 warga tewas. Lalu, korban luka dari aparat keamanan 18 orang dan warga sebanyak 32 orang.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.