JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menilai, usulan Gubernur NTT Viktor Laiskodat agar siswa SMA/SMK di wilayah Kota Kupang masuk pada pukul 05.00 Wita tidak efektif diterapkan.
Ia mengatakan, dimulainya jam belajar terlalu pagi itu justru meningkatkan risiko kesehatan, khususnya bagi siswa. Hal ini akan berkaitan dengan jam tidur siswa.
"Tidur yang kurang itu berdampak ke risiko kesehatan, performa yang menurun di sekolah, dan gangguan emosi," kata Hetifah saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/3/2023).
Baca juga: P2G: Masuk Sekolah Jam 5 Pagi Justru buat Pengeluaran Makin Bertambah
Politisi Golkar itu kemudian menyinggung catatan American Academy of Pediatrics dan ahli kesehatan tentang jam belajar sekolah.
Menurut dia, dari catatan tersebut, negara lain menerapkan waktu ideal untuk memulai sekolah pukul 08.30.
Para siswa akan mendapatkan istirahat yang cukup dari penerapan waktu belajar pukul 08.30.
"Anak yang mendapatkan istirahat cukup menunjukkan prestasi dan kehadiran lebih baik di sekolah," ujar dia.
Hetifah mengaku sudah menerima keluhan orangtua siswa terkait masuk sekolah pukul 05.00 ini, salah satunya sulit menyiapkan sarapan bagi anak.
"Bagi yang rumahnya jauh dari sekolah, terpaksa harus berangkat dini hari dalam kondisi yang belum tentu aman bagi anak maupun orang dewasa," kata dia.
"Lebih jauh lagi, sekolah kepagian juga mengganggu kualitas tidur orangtua kan ya," ucap dia.
Baca juga: Siswa SMA dan SMK Negeri Wajib Masuk Jam 5 Pagi di Kupang, Ombudsman: Apa Kira-kira Urgensinya?
Hetifah kemudian menceritakan pengalamannya sebagai seorang ibu empat anak yang turut menyiapkan anak-anaknya bersekolah.
Menurut dia, sarapan pagi bersama penting karena menjadi momen bagi anak dan orangtua bisa saling berinteraksi.
"Kalau jam 5-5.30 pagi mana sempat," kata dia.
Selain itu, Hetifah berpandangan bahwa masuk sekolah terlalu pagi juga belum terbukti meningkatkan etos kerja.
Untuk itu, ia menyarankan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT melalui Dinas Pendidikan mengkaji terlebih dulu sebelum menerapkan kebijakan tersebut.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.