BANDA ACEH, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, eksekusi pidana mati berdasarkan Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) harus menguntungkan para penerima hukuman tersebut.
Berdasarkan KUHP baru yang bakal berlaku pada 2026, terpidana mati harus melewati hukuman masa percobaan 10 tahun sebelum dieksekusi.
“Saya katakan KUHP baru itu baru berlaku pada tanggal 2 Januari 2026 tetapi apa pun itu, terpidana, terdakwa, tersangka memang harus diuntungkan dari aturan baru apabila itu lebih menguntungkan dari aturan sebelumnya,” papar Wamenkumham di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Selasa (28/2/2023).
“Artinya apa? kita harus melakukan postponement, harus melakukan penundaan terhadap eksekusi pidana mati perkara mereka yang saat ini statusnya adalah terpidana mati,” ujar dia.
Baca juga: Mantan Hakim Ungkap Celah Ferdy Sambo Lolos dari Eksekusi Hukuman Mati
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gajah Mada (UGM) itu berpandangan, hukuman pidana mati terhadap seseorang yang bersalah tidak bisa serta merta dilakukan.
Oleh sebab itu, kata Wamenkumham, di dalam Pasal 102 KUHP disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut menganai pidana mati akan diatur dengan undang-undang.
Adapun KUHP telah mengatur bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan mempertimbangkan rasa penyesalan terdakwa dan harapan untuk memperbaiki diri, peran terdakwa dalam tindak pidana atau ada alasan yang meringankan yang temaktub dalam Pasal 100 Ayat 1.
Ketentuan ini pun telah sesuai dengan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2-3/PUU-V/2007, yang menyatakan bahwa perumusan, penerapan, maupun pelaksanaan pidana mati dalam sistem peradilan pidana di Indonesia hendaknya dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun yang apabila terpidana berkelakuan terpuji dapat diubah dengan pidana penjara seumur hidup atau selama 20 tahun.
“Karena masa percobaan 10 tahun itu akan dievaluasi, apakah dia (terpidana mati) berkelakuan baik atau tidak? kalau berkelakuan baik maka akan dikurangkan menjadi pidana seumur hidup atau pidana sementara waktu,” ujar Wamenkumham.
Baca juga: Masa Percobaan 10 Tahun di KUHP Baru, Celah Ferdy Sambo Lolos dari Eksekusi Mati?
Terbaru, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Ferdy Sambo dijatuhi vonis pidana mati setelah terlibat pembunuhan berencana terhadap Nofrianysah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Ferdy Sambo dinilai majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan berbukti secara sah dan meyakinkan menjadi dalang pembunuhan berencana dan terlibat perintangan proses penyidikan yang melibatkan banyak anggota Polri.
Mantan anggota Polri dengan pangkat terakhir inspektur jenderal (Irjenh itu dinilai terbukti melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 49 jo Pasal 33 UU ITE jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.